Posted in Action, Family, Romance

[Series] The Precious Thing -10-

the-precious-thing

Title                      : The Precious Thing

Genre                    : Action, Romance

PG                         : 16+

Length                   : on writing

Main Cast              :

  • Cho Kyuhyun
  • Choi Sooyoung

Other Cast             :

  • Im Yoona
  • Seo In Guk
  • Choi Sungjae
  • Han Yeojin

From Author :

Annyeonghaseyo…

Aku bawa FF baru, dan genre-nya hmm… action kali yah. Ini pertama kalinya aku buat FF genre ini jadi maaf kalau sedikit aneh ceritanya yah. Sebenarnya sih karena aku lagi nonton salah satu drama korea jadi kepikiran buat cerita ini. Tapi tenang aja, beda kok hehe…

Dan, sekali lagi semua hal yang berhubungan sama nama sesuatu yang ada di FF ini adalah buatanku, kecuali tokoh dan beberapa lokasi tempatnya. Meskipun ada beberapa juga yang memang ada/real, tapi aku ubah sedikit demi kepentingan cerita.

Happy reading!

Sooyoung POV

“Berikan dia suntikan”

Hyungnim! Kau tidak—“

“Berikan dia suntikan, kataku!”

Ne, algeseumnida

Aku setengah tidak mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan. Meskipun begitu, aku masih bisa mendengar dengan jelas bahwa mereka akan memberiku sebuah suntikan. Tapi suntikan apa? Dan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya?

Aku melihat Sohye keluar dari kelompok dan dia sempat menatapku sesaat dengan tanpa kasihan sebelum berjalan ke arah lemari yang berada di sudut ruangan ini. Aku mengawasinya dengan rasa ingin tahu, penasaran apa yang sedang dia lakukan disana tapi aku tidak berhasil tahu apa-apa. Setelah beberapa saat dia berkutik di lemari itu, diapun kembali membalikkan badannya dan melangkah kembali ke tempatnya dengan senyum sinis yang dia berikan padaku.

“Kau sudah menyiapkannya?” tanya Dae Shik menatap Sohye sekilas lalu ke arah tangannya yang memegang tiga buah jarum suntik dengan sebuah cairan di dalamnya. “Bagus. Berikan padanya sekarang,”

Mataku mulai melebar saat Sohye mulai mendekat ke arahku. Aku bisa lebih jelas melihat jarum-jarum suntik itu dan merasa sedikit ketakutan melihat cairan seperti apa yang ada di dalam jarum suntik itu. Aku takut dan aku khawatir jika itu obat-obatan terlarang serta bagaimana pengaruhnya padaku di kemudian hari. Jantungku semakin berdebar kencang saat yeoja itu semakin dekat denganku, sampai akhirnya aku bisa merasakan dia berdiri di belakangku. Aku merasa terancam mengingat Sohye tidak pernah memperlakukanku dengan baik dari awal aku disini, dan aku yakin dia pasti tidak akan ragu untuk menusukkan jarum itu jika diminta.

“Pegangi dia,” seru Kang Dae Shik lagi, menyuruh salah satu anak buahnya untuk memegangiku.

Ne,”

Seorang yeoja­—yang baru kali ini aku lihat, bergegas menghampiriku dan memegangi kedua bahuku, berusaha untuk membuatku tetap menghadap ke depan meskipun beberapa kali aku mencoba melihat ke belakang karena ingin tahu apa yang sedang di lakukan oleh Sohye. Tapi yeoja itu memegangiku dengan sangat erat, bahkan aku sama sekali tidak bisa menggerakan bahuku meskipun hanya sedikit.

“Lepas! Lepaskan…” seruku meronta dengan sisa tenaga yang aku miliki. “Mwoanya?! Pikyeo!” Aku tidak mau hanya diam.

“Lakukan sekarang!” perintah Kang Dae Shik dengan keras, meredam suaraku. “Cepat!” serunya lagi.

“Lepaskan!” Aku tidak pernah berhenti untuk berusaha melepaskan diri dari yeoja yang memegangiku. Lalu aku mulai merasakan Sohye yang meraba lenganku yang terbuka, seperti sedang mencari titik yang tepat untuk menusukkan jarum suntik. “Aniya.. andwae! Andwae—“ Kata-kataku selanjutnya terhenti karena sesuatu yang tajam bisa aku rasakan menusuk lenganku.

Untuk sesaat, aku tidak merasakan efek apapun setelah jarum suntik itu menyentuh lenganku. Aku bahkan sempat melihat semua orang yang berdiri di depanku dan sedang mengawasiku seperti sedang menunggu apa yang terjadi padaku. Aku juga masih bisa melihat Seo In Guk dengan jelas, ekspresinya masih sama. Tapi kemudian, rasa sakit mulai menjalar di seluruh tubuhku, mengalir seperti darah melalui otot-ototku. Pandanganku mulai kabur, dan aku juga mulai merasakan sakit di kepalaku.

Aku mengerang kesakitan sambil menggeliat di kursiku. Rasanya seperti ada sesuatu yang ditusuk-tusukkan di dalam tubuhku, baik di otot, ulu hati, jantung dan seluruh anggota tubuhku lainnya. Tidak bisa bergerak bebas juga membuat semua yang aku rasakan itu menjadi semakin sakit, ditambah dengan luka-luka pukulan yang baru saja aku terima. Aku benar-benar baru pernah menderita rasa sakit yang seperti ini di sepanjang hidupku.

“Siapa namamu?” Tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat jelas ditelingaku diantara dengungan-dengungan lainnya.

“Choi… Sooyoung,” jawabku dengan sendirinya.

“Apa pekerjaanmu?” Suara itu kembali terdengar dengan nada yang sama dan kejelasan yang sama di telingaku. “Pekerjaanmu?!”

Aku diam meskipun ada keinginan untuk langsung menjawab pertanyaan yang datang padaku itu. Aku terus melawan keinginan itu, menerima rasa sakit yang luar biasa di dalam tubuhku sebagai gantinya.

“Berikan lagi,”

Sebuah tusukan kembali aku rasakan di lenganku, dan tak lama kemudian sesuatu mengalir deras bersamaan dengan darahku. Aku kembali merasakan efek sakit yang sama dari awal sampai aku tidak bisa mendengarkan apapun selain hanya dengungan-dengungan tidak jelas yang membuat kepalaku sakit. Rasanya aku ingin menjerit karena ini tapi yang bisa aku keluarkan hanyala sebuah erangan dan rintihan saja.

“Apa pekerjaanmu, Choi Sooyoung?”

“Mahasiswa,” jawabku dengan cepat karena tidak bisa melawannya. Seakan-akan ada sesuatu yang sedang mengendalikan otakku dan menyuruhku untuk mendengarkan satu-satunya suara yang aku dengar dengan jelas itu.

“Kau tahu kenapa kau berada disini?”

“Ya, aku tahu”

“Sekarang beritahu aku kenapa kau ada disini,”

“Karena cincinku. Aku disini karena ada orang-orang yang menginginkan cincin yang aku miliki”

“Apa kau tahu itu cincin apa?”

“Ya. Itu adalah cincin berisi program yang disebut BAST, Binding Assassination Systems Tracing yang seharusnya dimiliki dan dikuasai oleh CIA”

“Seperti apa cincin itu?”

“Itu cincin yang dibuat dengan bahan perak dengan sebuah garis berwarna biru di tengahnya dan melingkarinya”

“Apa cincin seperti itu yang kau kenakan saat kau dibawa kesini?”

“Ya,”

“Apa itu cincin yang asli?”

“Bukan. Itu salah satu dari tiruan yang aku temukan di laci lemari ibuku”

“Apa yang kau lakukan dengan cincin yang asli?”

Aku sangat ingin mengatakannya, tapi dengan keras aku menahannya dengan menggigit lidahku sendiri agar tidak mengatakan apapun. Aku benar-benar harus melawannya meskipun rasa sakit menyerangku bertubi-tubi, dan memaksaku untuk segera mengeluarkan apa yang aku tahan di lidahku. Tapi aku terus berjuang untuk melawannya bahkan sampai aku harus semakin keras menggigit lidahku untuk menyerah dengan perjuanganku.

“Berikan dosis maksima!”

Aku ingin berteriak pada suara itu untuk tidak mengatakan apapun dan tidak memberikan apapun lagi padaku, tapi aku tidak melakukannya. Seakan-akan ada sesuatu yang menahanku untuk tidak berbicara jika tidak ada pertanyaan yang diberikan padaku. Aku hanya bisa menerima serangan rasa sakit yang kembali datang berlipat-lipat dari sebelumnya. Aku merintih kesakitan, lagi dan lagi—karena semuanya terasa berlipat ganda sekarang. Banyak dengungan-dengungan suara yang aku dengar, dan kepalaku terasa seperti akan pecah.

“Dimana kau menyimpan cincin itu, Choi Sooyoung?!”

Aku tetap diam dan melawan keinginanku untuk berbicara.

Untuk waktu yang cukup lama, aku sama sekali tidak mendengar apapun dan bahkan suara yang sama itu juga tidak terdengar. Meskipun begitu, rasa sakit di dalam tubuhku masih terasa sangat menusuk. Aku tidak bisa merasakan apapun lainnya kecuali rasa sakit itu, seakan-akan seluruh tubuhku menjadi mati rasa. Otakku pun tidak mau bekerja sama dengan ototku karena aku tahu bahwa sesuatu yang mengendalikannya masih ada disana. Aku benar-benar tak tahu kapan penderitaan ini akan berakhir dan apa aku bisa menahannya lebih lama dengan semua rasa yang aku dapatkan sekarang.

Apa mereka akan terus menyiksaku dan membuatku kesakitan seperti ini sampai aku mengatakan apa yang sedari tadi aku tahan? Apa aku pada akhirnya akan menyerah agar mereka menghentikan rasa sakit ini?

__

Kyuhyun POV

Setelah mempersiapkan segalanya untuk operasi penyelamatan Sooyoung yang mendadak, aku dan keempat orang yang terlibat dalam rencana ini segera bertolak dari Busan menuju Gyeoje-do melalui jalur darat. Seo In Guk memang tidak mengatakan lokasi tepatnya, tapi itu tidak masalah bagiku dan juga teman-temanku yang lainnya yang sejak kami meninggalkan Busan memilih untuk terus diam. Suasana tegang sangat terasa diantara kami, dan aku juga tidak menyangkal bahwa aku merasakan ketegangannya juga.

Aku berdehem pelan, lalu menoleh pada In Guk yang bertugas mengemudi dengan mobilku. “Apa kau yakin kita akan berhasil?” tanyaku memecah keheningan di dalam mobil.

“Ya, jika kita melakukan sesuai apa yang kita rencanakan,” jawab In Guk sambil terus berkonsentrasi dengan kemudian. “Asalkan semua orang melakukan tugas mereka masing-masing, maka aku yakin kita bisa mengeluarkan Sooyoung”

“Bisakah aku ikut masuk bersama kalian?” celetuk Yeojin kemudian.

“Tidak, Yeojin-ah. Kau akan tetap diluar bersama Sungjae dan Yoona-ssi

“Kenapa kau bersikeras agar aku tetap diluar sementara kau dan dia masuk ke dalam, dan menyelamatkan Sooyoung-ssi?”

“Yeojin-ah,” Kali ini Sungjae yang berbicara sebelum aku mengatakan sesuatu. “Kita sudah membicarakan ini, dan tidak akan ada yang berubah meskipun kau bersikeras untuk melakukan sesuatu yang lainnya. Apa kau pikir aku juga tidak mau masuk dan membantu Kyuhyun?”

Majayo, eonni. Lagipula kita hanya akan mengeluarkan Sooyoung dan segera meninggalkan tempat itu begitu kita mengeluarkannya”

“Kau dengar itu?” sahutku. “Kau akan tetap diluar, mengawasi keadaan sambil menunggu pasukanmu datang. Yoona-ssi dan Sungjae menunggu di dalam mobil, bersiap-siap membawa kita pergi begitu kita mengeluarkan Sooyoung” lanjutku mengulang dengan singkat rencana kami.

Tidak ada tanggapan apapun dari Yeojin, dan aku menganggap dia menerimanya. Meskipun begitu, aku mengerti bahwa sebenarnya dia tidak sepenuhnya setuju dengan rencana ini tapi kami benar-benar tidak memilih cara lain yang lebih baik dari ini mengingat apa yang kami lakukan ini sangat mendadak. Tidak ada persiapan khusus apapun, dan bahkan Yeojin baru menghubungi pasukannya serta meminta bantuan polisi terdekat sebelum kami meninggalkan Busan.

“In Guk-ah,” celetuk Yoona tiba-tiba, membuat suasana tidak kembali hening karena tidak ada siapapun yang berbicara sebelumnya. “Ani… maksudku, hmm—Doojoon-ssi—“

“Kau bisa memanggilku In Guk jika itu lebih nyaman,” sahut In Guk sebelum Yoona mengatakan sesuatu. “Sejujurnya, aku lebih suka nama itu sekarang karena aku sudah terbiasa”

Yoona diam untuk sesaat tapi kemudian dia berbicara. “Katamu keadaan Sooyoung saat ini lemah, ‘kan?”

Maja,”

“Dan katamu itu karena sesuatu seperti serum yang disuntikkan ke dalam tubuhnya?”

Eo, maja

“Serum apa?” tanya Yoona terdengar ragu.

In Guk melirik ke arahku, tapi aku berpura-pura tidak memperhatikannya. Aku tak tahu bagaimana dia akan menjawab ini untuk orang awam seperti Yoona, karena di dunia militer serum-serum seperti itu sudah diketahui dan bahkan dipelajari. Yeojin dan Sungjae pun mengetahuinya dengan baik tentang serum-serum itu, dan aku sama sekali tidak menyalahkan Yoona jika dia bertanya lebih jauh mengenai hal itu.

“Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya dengan baik,” kata In Guk pada akhirnya. “Itu sebuah serum agar Sooyoung mengatakan kebenaran. Mereka menyuntikkan Skopolamin ke tubuhnya dengan tujuan mengetahui dimana dia menyembunyikan cincin yang asli” jelasnya kemudian.

“Aku tidak mengerti—“

“Apa kau pernah mendengar sesuatu yang disebut ‘Truth Serum’?” sela Yeojin sebelum Yoona menyelesaikan kalimatnya.

Truth Serum?

Em. Truth Serum,” sahut Yeojin. “Itu biasa digunakan oleh militer-militer atau badan-badan intelegen di seluruh dunia. Truth Serum adalah obat yang bisa membuat seseorang menjawab pertanyaan dengan jujur dan tidak bisa berbohong”

“Bisa dikatakan—“ Sungjae mencoba untuk membantu menjelaskan. “Truth Serum itu seperti sebuah cara untuk mengetahui informasi dari seseorang dengan jujur. Kau tahu, serum seperti itu juga banyak digunakan untuk menginterogasi pelaku kejahatan”

Ekspresi Yoona terlihat terkejut, tapi kemudian dia berhasil menguasai dirinya lagi. “Bagaimana cara kerjanya?”

“Cara kerja?”

“Itu seperti sebuah penghalang yang menekan cerebrum dan menghambatnya untuk membuat alasan atau mengatakan hal-hal yang bukan fakta,” kataku melibatkan diri dalam pembicaraan ini. “Disinilah kemampuan untuk berimajinasi dicegah, jadi benar-benar tidak ada kebohongan yang dikatakan oleh siapapun yang diberi serum ini”

“Jadi maksudmu—“ Yoona mengambil jeda sesaat. “—maksudmu Sooyoung dipaksa untuk mengatakan kebenaran. Begitu?”

Aku mengangguk, dan aku bisa melihat tiga orang lainnya juga melakukan hal yang sama.

Setelah itu, tidak ada percakapan lagi diantara kami padahal aku sudah berharap akan ada pembahasan lainnya untuk mengurangi ketegangan. Tapi sepertinya kami semua kehilangan topik dan keinginan untuk berbicara banyak, meskipun itu sekedar untuk membahas kembali rencana yang akan kami lakukan malam ini. Perjalanan kami ini pun jauh terasa lebih lama dari yang seharusnya, meskipun pada akhirnya mobil melambat dan berhenti di suatu tempat gelap yang asing.

“Kita turun disini,” ucap In Guk memberitahu. Dia bergegas keluar dari mobil, lalu diikuti olehku, dan ketiga yang lainnya. “Akan banyak menarik perhatian jika kita berhenti lebih dekat dengan markas kami”

“Dimana itu?” tanyaku.

In Guk menujuk ke sebuah bukit yang berada tidak jauh dari kami dan aku bisa melihat sebuah bangunan seperti pabrik yang sudah tidak digunakan lagi disana. Jauh dari bukit itu, ada bayangan hutan timur yang membentang dengan sebuah jalan menuju satu-satunya pemukiman di pulau ini.

“Sepertinya terlalu indah dan terlalu dekat dengan pemukiman untuk menjadi tempat persembunyian,” komentar Yeojin yang menatap ke arah yang sama denganku.

“Benar, dan tidak ada yang pernah menyangkanya jika ada markas rahasia disini” jawab In Guk sambil mulai berjalan. “Tidak ada yang tahu jalan ini kecuali aku, karena aku baru membuatnya untuk mengeluarkan Sooyoung” katanya menambahkan.

“Berapa jam lagi sebelum mereka membawanya?”

In Guk mengamati jam tangannya, dan aku cukup terkesan dia bisa melihatnya di suasana yang gelap seperti ini. “Sekitar 45 menit. Mereka akan mulai bergerak ke arah utara, ke sebuah dermaga yang sudah tidak digunakan lagi dan dari sanalah mereka berangkat menuju Sado-do

Aku mendesah pelan, membayangkan Sooyoung dibawa pergi begitu saja jika kami terlambat. “Waktu kita tidak banyak kalau begitu. Kita berpencar sekarang?”

Seo In Guk mengangguk menanggapiku. Tanpa memberikan arahan apapun, Yoona, Seunjae dan Yeojin memilih untuk tetap berada di tempat ini sementara aku dan In Guk meninggalkan mereka. Dia memandu jalan melewati rumput yang basah, yang mana berbisik dan memercik pada kaki kami, dan jelas memang baru saja dibuat belum lama ini. Susah payah kami berjalan karena meskipun tergesa, kami harus menjaga untuk tidak menimbulkan suara apapun yang mencurigakan karena ternyata jalan yang dibuat oleh In Guk ini memang sangat dekat dengan bangunan pabrik itu. Ini bukan pekerjaan yang mudah, tapi kami sama sekali tidak menyerah karena kami harus mengejar waktu.

Setelah beberapa menit, kami sampai pada sebuah landaian di antara pohon. Menyongsong sebuah bukit dimana kami bisa melihat ke tanah dibawah kami. Ada sebuah tempat dimana kami bisa berdiri di ruang terbuka dan mengamati keadaan sekitar, tapi In Guk menghindari ini. Dia memilih untuk terus berada dalam bayang-bayang pohon, membungkuk saat maju, tetap merendah dan berjalan tanpa suara. Aku mengikuti semua yang dia lakukan sampai akhirnya kami berbaring bersama di bibir bukit itu, berjongkok di rumput yang basah dan menatap halaman bangunan dimana beberapa orang terlihat hilir-mudik dalam pakaian hitam mereka.

Josimhae,” In Guk berpesan padaku dalam bisikan.

“Aku tahu” sahutku dengan cepat.

Kami kembali bergerak dengan perlahan setelah memastikan keadaan aman. Kami melangkah inci demi inci, jadi tidak ada suara apapun yang terdengar meskipun itu sebuah batu kerikil yang terguling. Kami cukup beruntung karena tidak banyak lampu di sekitar tempat ini, jadi kami tidak sering bersembunyi dan khawatir jika ada yang melihat kami.

“Sooyoung ada di ruangan itu. Kau bisa melihatnya?” ucap In Guk menunjuk ke sebuah arah dan aku mengikuti telunjuknya, menatap sebuah ruangan gelap. “Dia dikembalikan ke ruangan itu setelah interogasinya tidak membuahkan hasil” katanya lagi.

“Ayo kita bergerak,” kataku tanpa menunggu apapun lagi.

Dengan sembunyi-sembunyi yang tidak terbatas, kami melangkah ke sudut kanan bangunan. Lalu, dengan persetujuan tanpa suara, aku melangkah lebih dulu dari In Guk untuk mencapai sudut dan mengamati keadaan sekitar. Setelah memastikan tidak ada siapapun yang terlihat oleh mataku, aku memberikan kode pada In Guk yang mengambil alih jalan dan kembali memanduku untuk mulai memasuki bangunan.

Kami berjingkat, berhati-hati dan bersembunyi dengan cepat setiap kali ada seseorang yang lewat atau mendengar suara-suara. Selama di dalam bangunan ini, aku mempercayakan semuanya pada In Guk karena dia sudah mengetahui detail bangunan ini dan dia juga yang membuat rencana ini. Jadi, saat dia memintaku untuk menunggu sementara dia bergegas melangkah keluar dari persembunyian, aku mengikutinya.

Aku tak tahu apa yang dia lakukan karena aku benar-benar hanya akan menunggu saat ini dan tidak melakukan apapun. Meskipun begitu, aku tidak bisa untuk tidak gelisah. Aku juga khawatir jika aku akan ketahuan atau jika In Guk gagal mengeluarkan Sooyoung dan membawanya padaku. Aku khawatir jika ada yang menemukan tiga temanku yang menunggu di luar. Tapi rasa kekhawatiranku itu seketika sirna saat aku melihat In Guk datang dengan seseorang yang terkulai lemas di atas lengannya.

“Sooyoung-ah” gumamku tidak percaya—karena akhirnya bisa melihatnya lagi setelah beberapa hari. “Sooyoung-ah,” gumamku lagi, tidak sabar untuk melihatnya dengan dekat dan memeriksa sendiri keadaannya.

Aku segera menerima Sooyoung dari tangan In Guk dan mengamati wajahnya dengan cukup lama. Aku tak tahu seberapa besar aku merindukannya dan seberapa sedih aku melihat keadaannya saat ini. Luka-luka di wajahnya membuatmu miris dan ingin menggantikannya. Dia sama sekali tidak bergerak di lenganku atau merasakan kehadiranku. Keadaannya benar-benar tidak baik dan aku harus segera membawanya ke rumah sakit.

“Cepat pergi dari sini. Aku akan mempercayakannya padamu,” ucap In Guk yang menatap Sooyoung sekilas lalu beralih padaku. “Aku akan mengatasi keadaan disini dan mengulur waktu sementara kau membawanya ke mobil”

“Tapi—“

“Cepat, kita tidak memiliki banyak waktu” sahut In Guk dengan cepat. “Aku sudah melukai salah satu temanku, dan cepat atau lambat mereka akan segera mengetahuinya. Kau mungkin tidak akan bisa keluar dari sini jika sampai itu terjadi,”

Aku berpikir sesaat, tapi In Guk mendorongku untuk cepat keluar melalui pintu yang sama. Sebelum benar-benar pergi, aku membiarkannya memegangi pipi Sooyoung sesaat dan bahkan mengecup keningnya.

“Sekarang pergilah,”

“Aku akan kembali lagi nanti—“

“Itu tidak perlu,”

“Aku akan tetap kembali dan memberi pelajaran pada mereka yang sudah membuat Sooyoung seperti ini” kataku bertekad. “Aku tidak akan melepaskan siapapun yang ada disini, kau ingat itu”

“Terserah kau saja,” sahut In Guk. “Aku tidak mau bertanggung jawab—“

“Mereka disana!” Sebuah seruan tiba-tiba terdengar diikuti oleh langkah-langkah kaki dari banyak orang. “Tangkap mereka!”

“Cepat pergi!” seru In Guk padaku.

Tanpa memberikan tanggapan, aku bergegas pergi dengan Sooyoung berada dalam pelukanku. Sayangnya, beberapa orang sudah menghalangi jalanku dan mau tak mau aku harus menghindari serangan-serangan itu. Tapi kemudian aku terjebak, dan karena sudah tidak ada pilihan lain aku terpaksa merelakan diriku terkena banyak pukulan dan tendangan dari mereka selama aku menghalangi itu semua dari Sooyoung yang tetap memejamkan matanya. Aku terjatuh tapi aku berusaha untuk tidak melepaskan Sooyoung sama sekali. Aku memeluknya, menahan semua serangan yang datang dengan tubuhku sendiri.

Lalu tiba-tiba seseorang datang dan membantuku menahan semua serangan yang datang. Aku menoleh untuk melihat itu adalah Seo In Guk. Dia bahkan sempat menatapku sebelum melawan lima orang yang mengerumuni dan menyerangku. Perlahan dan hati-hati, aku berdiri dan sempat memberikan tendangan saat seseorang mendekat ke arahku.

Gwenchana?

Aku mengangguk singkat. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Kyuhyun-ah!” Panggilan keras itu terdengar, dan aku melihat Yeojin datang dengan Sungjae di belakangnya. Dia melawan seseorang yang menghampirinya untuk bergabung denganku. “Semuanya baik-baik saja?”

“Tidak,” sahutku. “Rencana B”

Yeojin dan Sungjae mengangguk.

“Rencana B?” celetuk In Guk yang memang tidak tahu apapun karena itu hanya rencanaku, Yoona, Yeojin dan Sungjae untuk berjaga-jaga sesuatu seperti ini akan terjadi.

Aku sama sekali tidak berniat untuk memberitahukannya pada In Guk apa rencana B kami. Bergegas, aku menyerahkan Sooyoung pada Sungjae dan dengan cepat menghalangi siapapun yang mendekati mereka. Aku dan Yeojin harus memberikan jalan untuk Sungjae keluar dari tempat ini, dan sepertinya In Guk bisa mengerti rencana ini dengan baik karena dia membantuku.

Aku sempat melihat Sungjae yang berlari membawa Sooyoung dengan beberapa pengejar di belakangnya sebelum memutuskan untuk mulai memberikan perlawanan. Apapun yang akan terjadi disini, aku tidak akan membiarkan siapapun berhasil menangkap Sooyoung. Aku akan melakukan apapun sekalipun aku harus mengorbankan nyawaku, dan sepertinya resiko itu juga bisa diterima oleh Yeojin dan In Guk yang sama sekali tidak bergerak dalam posisi mereka untuk menghalangi jalan.

__

—5 bulan kemudian—

Sooyoung POV

Ini adalah hari terakhir aku berada di rumah sakit. Besok adalah hari dimana aku akan kembali menjalani hidupku setelah dirawat secara intensif selama lebih dari lima bulan. Aku benar-benar bersyukur karena aku bisa keluar dari tempat yang mengerikan itu meskipun bayangan apa yang aku alamai disana masih sering terlintas di kepalaku. Meskipun beberapa hal sudah aku lupakan, tapi ada beberapa hal juga yang masih aku ingat. Aku tidak tahu sampai kapan aku akan dihantui bayangan-bayangan itu sekalipun aku berusaha untuk menghilangkan dengan bantuan seorang psikolog yang juga menangangiku selama aku dirawat.

Menurut Yoona dan pengurus rumahku—suami-istri Kang, aku mengalami koma selama kurang lebih tiga bulan dengan tulang ekor yang retak dan beberapa tulang lainnya yang juga mengalami keretakan. Aku tahu kenapa itu bisa terjadi, karena itu adalah satu-satunya hal terakhir yang aku ingat di hari-hariku di tempat itu. Tapi aku tidak mau membicarakannya saat mereka bertanya padaku setelah aku bangun dan sudah kembali bisa berbicara. Butuh waktu sekitar satu bulan untuk aku mau bertemu dan berbicara dengan orang lain, dan itupun karena bantuan psikolog. Aku tak pernah menyangka jika kejadian itu benar-benar membuatku menjadi seperti itu.

Aku menyadarkan diriku dari lamunan saat Yoona masuk ke dalam ruanganku dengan seorang yeoja di belakangnya. Aku memang tahu bahwa ada beberapa orang yang berjaga di depan kamarku di rumah sakit, tapi tidak ada yang pernah yang masuk ke kamarku ini. Awalnya aku tidak tahu siapa itu—karena Yoona berjalan tepat di depannya, tapi kemudian mataku langsung melebar melihatnya. Aku mengenalnya, tentu saja, meskipun penampilannya berbeda dari yang terakhir aku ingat. Dia adalah seseorang yang menerima sikap kerasku saat pertama kali aku mengetahui kebenaran. Dia adalah Han Yeojin.

Dwaesseoyo, Sooyoung-ssi. Kau tidak perlu bangun dari tempat tidurmu” katanya sambil tersenyum ke arahku dan langsung memelukku dengan hangat bergitu berada di dekatku. “Mianhaeyo, aku baru menyempatkan diri untuk datang mengunjungimu padahal lima bulan telah berlalu”

“Sekalipun kau datang mengunjungi dua bulan sebelum ini, kau hanya akan mendapatiku yang terbaring” Aku langsung memberikan tanggapan. “Meskipun begitu, aku harus berterima kasih padamu karena anak buahmu tidak kenal lelah menjagaku disini”

Yeojin mengangguk singkat sambil tersenyum, “Itu adalah perintah meskipun kami berhasil menangkap beberapa orang dan sebagian lainnya melarikan diri” jawabnya. “Aku tidak mau mengambil resiko apapun tentang keselamatanmu lagi, Sooyoung-ssi. Kau sudah cukup mengalami hal yang tidak seharusnya kau dapatkan”

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, “Aku hanya melakukan tugasku untuk melakukan apa yang eomma ingin aku lakukan. Aku akan menjaga peninggalan eomma itu dengan baik meskipun tidak ada apapun di dalamnya”

Yeojin mengerutkan keningnya sambil menatapku dengan lekat. “Apa itu alasan kau tidak memberikan cincin itu pada perwakilan CIA dan menolak menjadi saksi mereka?”

“Darimana kau tahu—?” celetukku terkejut, tapi kemudian aku tahu profesi Yeojin yang sebenarnya lalu tersenyum malu. “Ah, tentu saja kau tahu” kataku kemudian merasa bodoh bertanya seperti itu.

“Kenapa kau melakukannya, Sooyoung-ssi? Kau tahu itu bisa membuatmu dalam bahaya lagi, ‘kan?”

Geunyang—“ Aku memikirkan kata-kata yang baik untuk memberitahu Yeojin alasanku. Aku menghela napas singkat, lalu melanjutkan. “Itu pesan eomma untuk aku tidak memberikannya pada siapapun dan mempercayai siapapun tentang cincin itu”

“Jadi kau memilih mengambil resiko yang sama?”

“Tidak,” jawabku. “Aku hanya menunda untuk memberikannya sampai aku benar-benar menemukan orang yang bisa aku percaya di CIA atau siapapun anggota militer negara kita. Karena aku tidak mau apa yang ada di cincin itu akan digunakan untuk keuntungan pribadi”

“Jadi kau akan menyimpannya sendiri sampai kau memutuskan untuk menyerahkan cincin itu?”

Aku mengangguk. “Aku menyimpannya di tempat yang seharusnya dia berada. Meskipun awalnya itu sulit untuk aku mempercayai segalanya, tapi pada akhirnya aku percaya setelah aku menemukan tulisan eomma—

“Tulisan Yoo Jiyeon-nim?”

Aku sedikit tersentak karena Yeojin menyebut nama eomma-ku dengan nama lain, tapi aku mengerti bahwa itu juga nama eomma-ku. “Em, aku menemukan tulisannya dan beberapa cincin yang terlihat persis sama.”

“Bagaimana—?”

Aku pun memberitahunya bagaimana frustasinya aku berada diantara kebenaran yang terus aku sangkal dan kebohongan yang terus aku dapatkan. Aku memberitahunya bahwa saat itu aku tidak tahu harus melakukan apa-apa dan siapa yang harus percayai. Aku mencari tahu sendiri dengan membuka barang-barang lama eomma yang sudah tidak pernah aku sentuh sejak dia meninggal. Aku hampir frustasi saat itu sampai akhirnya aku menemukan sebuah laci di dalam laci lemari eomma yang ada di kamar yang pernah ditempati oleh Kyuhyun. Disanalah aku menemukan beberapa dokumen tentang eomma, detail program yang eomma buat, dan alasan kenapa aku harus menjaga cincin itu dengan baik.

“Aku baru akan menemuimu dan—Kyuhyun sebelum In Guk—ani, Yoona memberitahuku namanya yang sebenarnya adalah Doojoon,” kataku cepat-cepat membetulkan. Aku mendesah panjang, “Geurae, aku memang berniat untuk menemuimu dan Kyuhyun setelah aku mengunjungi makan kedua orang tuaku. Tapi kemudian Doojoon-ssi membuatku tidak sadarkan diri”

Yeojin diam saja, tapi aku bisa melihatnya sedang memikirkan sesuatu yang sepertinya terlalu membuatnya gelisah. Aku mengamatinya untuk beberapa saat, lalu mengalihkan pandanganku pada Yoona yang terlihat sama. Kedua alisku saling bertaut melihat dua yeoja ini bersikap sangat gelisah. Sebenarnya aku sudah melihat ekspresi gelisah itu saat beberapa kali aku menyebut nama Kyuhyun, tapi aku tidak memikirkan apapun tentang itu dan sekarang aku justru memikirkannya.

Jujur saja, aku memang tak tahu apapun kabar mengenai Kyuhyun bahkan setelah aku menanyakannya berkali-kali pada Yoona maupun pasangan pengurus rumah Kang. Aku bertanya tentangnya karena aku ingin minta maaf padanya setelah apa yang aku lakukan padanya padahal dia selalu mengatakan kebenaran dan karena aku merindukannya. Aku bahkan tidak akan memedulikan kebohongannya padaku dan bagaimana dia menyembunyikan identitasnya padaku. Aku akan siap menerimanya jika seandainya dia marah padaku dan tidak mau menemuiku lagi, seperti apa yang aku lakukan padanya.

Aku berdehem pelan, “Yeojin-ssi” panggilku pada akhirnya setelah aku membiarkan suasana menjadi hening untuk beberapa saat. Yeoja itu menatapku dengan lekat dan aku masih bisa melihat kegelisahan di matanya. “Bagaimana kabar Sungjae-ssi?”

“Sungjae?” celetuk Yeojin sedikit terkejut dengan pertanyaanku. “Oh, dia baik. Dia sudah kembali bekerja di NIS dan banyak mengeluh karena jabatannya di turunkan untuk sementara”

Aku mengangguk mengerti, “Dan bagaimana—bagaimana dengan Kyuhyun?”

Yeojin kembali diam, dan kali ini untuk waktu yang lama. Dia mengalihkan pandangannya dariku dan menatap Yoona yang sedari tadi hanya duduk mendengarkan percakapan kami. Aku bisa melihat sesekali mereka memberi isyarat, seakan-akan meminta satu sama lain untuk berbicara padaku sementara yang lainnya akan diam mendengarkan.

Waegeuraeyo?” tanyaku memecah keheningan. Aku melirik ke arah Yoona sesaat, lalu kembali pada Yeojin. “Apa kau akan seperti Yoona yang sama sekali tidak memberitahu apapun yang terjadi?”

Ya! Bukannya aku tidak mau memberitahumu,” celetuk Yoona sambil bangkit dari tempat duduknya dan melangkah menghampiriku. “Aku sudah mengatakan padamu bahwa aku tidak benar-benar disana, jadi aku tidak tahu apa yang terjadi. Tugasku hanyalah membawamu sejauh mungkin dari tempat itu,”

“Yoona-ssi benar,” sahut Yeojin kemudian. “Dia memang tidak ada disana karena tugasnya hanyalah menunggumu di mobil dan membawamu pergi setelah Sungjae menempatkanmu di mobilnya”

Keningku berkerut, “Sungjae-ssi yang membawaku?”

Yeojin mengangguk dengan cepat, “Aku, Kyuhyun dan Doojoon-ssi disana untuk menghalangi siapapun yang berencana untuk mengejarmu dan Sungjae. Tapi—“

“Tapi apa?”

“Tapi sesuatu terjadi, dan aku—aku tidak bisa mencegah Kyuhyun untuk pergi mengejar Dae Shik sunbae yang melarikan diri”

Mworaguyo? Dae Shik ahjussi melarikan diri dan Kyuhyun mengejarnya?”

Yeojin kembali menganggukkan kepalanya. “Aku melihatnya berlari mengejarnya dan aku tidak bisa melakukan apapun karena terkepung. Aku bahkan tak tahu—“ Dia berhenti sesaat untuk memejamkan matanya dan menarik napas panjang. Lalu dia melanjutkan membuka mulutnya. “Aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku jika Doojoon-ssi tidak—menyelamatkanku dan mengorbankan nyawanya untukmu”

Mataku membelalak mendengar kabar tentang In Guk. Meskipun dia berbohong padaku dan membawaku ke tempat seperti itu, tapi dia tetap temanku. Dia satu-satunya yang memperlakukanku dengan baik dan aku tahu usahanya untuk menghalangi siapapun yang berniat untuk memperlakukanku dengan tidak baik. Tanpa terasa air mataku menetes memikirkan hari-hariku bersama In Guk selama bertahun-tahun. Bagaimana dia selalu menggodaku dan membuatku kesal karenanya. Bagaimana dia selalu berdebat dengan Yoona, membuatku merasa terasingkan dan sakit kepala.

Aku bisa melihat Yoona juga meneteskan air mata meskipun aku yakin ini bukan pertama kalinya dia mendengarnya. Aku menundukkan kepala dan merasakan tangan temanku itu melingkari bahuku. Dia memelukku dan kami menangis bersama untuk kepergian teman kami. Aku sama sekali tidak menyangka jika persahabatan kami akan berakhir seperti ini.

Aku mengusap pelan air mataku, “Lalu—lalu apa yang terjadi dengan Kyuhyun?” tanyaku berusaha menerima kenyataan tentang In Guk.

Yeojin tidak langsung menjawab, tapi aku melihatnya menarik napas panjang. “Aku tidak tahu,” katanya pelan. “Kami tidak tahu apa yang terjadi pada Kyuhyun. Kami tidak pernah mendengar kabar apapun tentangnya selama lima bulan terakhir ini”

Air mataku kembali menetes. Aku tidak bisa menutupi keterkejutanku mendengar apa yang dikatakan Yeojin. Tidak tahu kabar apapun itu lebih menyakitkan untuk di dengar daripada mendengar kabar kematian. Meskipun Yeojin terus memberitahuku bahwa dia melakukan berbagai cara untuk menemukan Kyuhyun, tapi aku hanya setengah mendengarkannya. Aku tak bisa berhenti memikirkan Kyuhyun dan aku juga tak bisa berhenti meneteskan air mataku karenanya.

__

Kyuhyun POV

Sudah lima bulan…

Sudah lima bulan sejak kejadian itu terjadi dan aku membuka mataku di sebuah pulau bernama Tsushima. Jujur saja, aku tidak ingat banyak apa yang sebenarnya terjadi padaku dan kenapa aku bisa sampai di pulau ini. Seingatku, aku menyelinap ke sebuah kapal dimana aku melihat Kang Dae Shik memasukinya. Saat itu tidak ada apapun yang aku pikirkan selain mengikutinya, dan aku sempat melawan beberapa orang di kapal itu sebelum kemudian aku bangun di sebuah rumah dengan orang-orang asing yang mengelilingiku.

Aku terkejut, tentu saja, dan aku tidak banyak mengingat apa yang terjadi. Akupun terpaksa harus berpura-pura hilang ingatan, karena aku mencurigai sesuatu bahwa aku sengaja dibuang ke pulau ini. Oleh siapa dan untuk apa itulah yang sama sekali tidak aku ketahui. Meskipun begitu, aku bertekad untuk mencari tahu sebelum aku bisa menghubungi Yeojin ataupun Sungjae dan kembali ke Seoul. Aku merindukan mereka dan aku juga merindukan Sooyoung. Aku sangat ingin tahu bagaimana keadaannya, apa teman-temanku itu berhasil membawanya keluar atau aku gagal melakukannya. Beberapa kali aku tergoda untuk menghubungi salah satu dari mereka, tapi aku menahan diriku untuk tidak melakukannya. Karena aku tidak mau mengambil resiko apapun saat ini.

“Ehem…”

Aku sedikit tersentak dan langsung menoleh. Seorang yeoja berpenampilan sederhana dengan rambut panjangnya yang terikat sudah berdiri di sebelahku. Dia tersenyum tipis ke arahku dan aku membalasnya sebelum kemudian bergeser untuk membiarkannya duduk disampingku.

Nani ga hoshii no desuka?” tanyanya padaku setelah dia hanya duduk di sebelahku tanpa mengatakan apa-apa. “Kyou wa ii o tenki desu ne?

Aku mengangguk. “Itulah kenapa aku keluar dan duduk disini, Ayami-ssi” jawabku sengaja tetap menggunakan bahasaku sendiri karena Ayami—seseorang yang merawatku di pulau ini, juga bisa berbicara bahasaku dengan lancar. Ayami juga satu-satunya orang yang tahu keadaanku yang sebenarnya tapi dia membantuku menyembunyikannya. “Cuacanya memang bagus meskipun musim panas sudah lama berlalu,” Aku menambahkan.

“Kau sedang menikmati cuaca atau kau sedang menatap jauh ke pulau itu,” katanya seakan bisa membaca pikiranku. “Hanya 50km dari sini kau akan tiba di Busan. Aku sering melihatmu datang kesini dan menatap ke arah yang sama untuk waktu yang lama”

“Itu memang hanya 50km, Ayami-ssi, tapi bukan berarti aku bisa pergi ke sana dengan mudah”

Ayami diam untuk beberapa saat. Tapi aku melihatnya menatap ke arah yang sama denganku dan cepat-cepat aku memalingkan wajahku saat dia menoleh ke arahku. Aku menarik napas panjang sambil menatap ke ombak-ombak yang menabrak batu karang tidak jauh dariku.

“Kau memikirkannya, ‘kan?” celetuk Ayami tiba-tiba. “Ni yeojachingu,” tambahnya.

Aku dengan cepat menoleh ke arahnya. “Bagaimana kau—“

Senyum Ayami terkulas di wajahnya, “Aku pernah mendengarmu mengigau tentangnya. Kau terdengar sangat—“ Dia diam sesaat, terlihat ragu untuk melanjutkan apa yang ingin dia katakan padaku. Lalu dia mendesah pelan, “Apa yang terjadi denganmu dan yeojachingu-mu?” tanyanya kemudian.

“Sepertinya tanpa kau bertanya padaku, kau sudah tahu apa yang terjadi” kataku menanggapi. “Kami berpisah, ireohke” lanjutku singkat.

Waegeuraeyo? Kenapa ekspresimu seperti itu?” tanya Ayami yang saat pertama kali dia berbicara dengan bahasaku, itu cukup membuatku terkejut karena kefasihannya.

Aku mengalihkan pandang kembali ke laut. Berusaha mengalihkan pandangan mataku agar Ayami tidak bisa membaca apapun dari sana. Aku berusaha untuk tidak memikirkan Sooyoung bahkan sejak pertama kali aku sadar di pulau ini, tapi selalu tidak berhasil. Aku sangat ingin tahu bagaimana keadaannya tapi tidak ada cara untuk mengetahuinya.

“Min Woo-san—ah, maksudku Kyuhyun-san” panggil Ayami dengan pelan. “Kau bisa percaya padaku di tempat ini, kau tahu itu”

“Aku tahu,” sahutku langsung. Aku mendesah panjang, “Aku hanya sedang memikirkannya dan terus memikirkannya karena aku tidak tahu bagaimana keadaannya. Apa dia baik-baik saja, apa dia terluka, apa dia merindukanku atau bahkan apa dia sudah melupakanku. Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku”

“Kau pasti sangat mencintainya, ‘kan?”

Aku mengangguk. “Aku bahkan melupakan balas dendamku atas kematian orang tuaku untuk menyelamatkannya. Aku tak pernah menyangka tujuan awalku untuk melindunginya justru membuatku jatuh cinta padanya”

“Dia yeoja yang beruntung karena memiliki seseorang yang sepertimu, Kyuhyun-san” kata Ayami dengan nadanya yang lembut. “Aku pernah memilikinya juga, tapi semuanya sudah berakhir sekarang karena dia meninggalkanku untuk selamanya di pulau in”

Kepalaku dengan cepat berputar ke arahnya. “Namjachingu-mu?”

Ayami menggelenkan kepala, “Suamiku” jawabnya. “Dia terbunuh saat melindungiku oleh rekan-rekan kami sendiri. Aku terpaksa melarikan diri dan bersembunyi di pulau ini meskipun aku tahu mereka tetap berada di pulau ini untuk sementara waktu saat itu”

Satu alisku terangkat, “Apa maksudmu?”

Ayami diam. Ekspresinya tidak bisa aku bacara. Dia menatap lurus ke bola mataku tanpa pernah sekalipun mengalihkannya. “Black Dragon,” celetuknya tiba-tiba.

Aku mencelos, terkejut karena Ayami mengetahui tentang Black Dragon. Dengan sendirian, kewaspadaanku meningkat karena siapa tahu selama ini aku percaya pada orang yang salah. Aku sama sekali tidak pernah berpikir jika Ayami mungkin saja mata-mata yang ditugaskan untuk mengawasiku selama aku ‘dibuang’ di pulau ini. Tidak heran, dia selama ini merawatku dengan sangat baik dan tidak pernah meninggalkanku sendirian.

“Kau pasti sedang berpikir aku mata-mata mereka, ‘kan?” celetuknya lagi, seakan bisa membaca pikiranku. Dia mengalihkan pandang—pada akhirnya, “Itu tidak mungkin terjadi jika aku mata-mata untuk mereka saat mereka menjadi satu-satu alasan aku kehilangan duniaku”

Aku diam. Membeku. Aku benar-benar tidak tahu harus memberi tanggapan bagaimana sekarang.

Ayami kembali menarik napas panjang, “Aku kehilangan suamiku karena Black Dragon, Kyuhyun-san. Itu terjadi 3 tahun lalu. Malam itu—malam itu aku dan suamiku seharusnya melarikan diri dari pulau ini bersama-sama. Kami dulu adalah anggota Black Dragon, tapi kami memutuskan untuk keluar dan melarikan diri dari kelompok kami. Tapi kami gagal, suamiku tertangkap dan aku terpaksa bersembunyi sendirian. Aku juga terpaksa memalsukan kematianku untuk mencegah mereka mencariku,”

“Kenapa—“ Aku mengambil jeda sesaat, masih terkejut dengan fakta yang baru aku ketahui tentang Ayami meskipun sudah lebh dari lima bulan aku tinggal bersamanya dan neneknya yang sepertinya juga bukan neneknya yang sebenarnya. “Kenapa kau baru memberitahuku, Ayami-ssi?” tanyaku pada akhirnya.

“Apa kau mengharapkan seseorang sepertiku untuk berbuat ceroboh?” sahut Ayami dengan suara datar. “Tentu saja aku menunggu kesempatan. Aku benar-benar menunggu kesempatan sebelum aku memberitahumu tentang diriku yang sebenarnya”

“Kenapa?”

“Karena aku ingin kau membantuku membalaskan kematian suamiku,”

Aku tidak tahu ekspresi apa yang harus aku perlihatkan di depan Ayami ini. Semuanya terlalu mengejutkan untukku. Siapa yang menyangka jika yeoja yang aku pikir bekerja sebagai petani dan terkadang menangkap ikan sebenarnya memiliki hubungan dengan Black Dragon dan bahkan mantan anggota mereka? Ini suatu kebetulan atau memang aku sedang diberi kesempatan untuk menuntaskan dendamku?

“Kau pikir aku bisa membantumu?” tanyaku tidak menunjukkan ekspresi apapun. “Dengan keadaanku yang seperti ini?”

“Kenapa tidak?” sahut Ayami. “Kita bisa saling bekerja sama karena kita memiliki dendam yang sama dengan Black Dragon

“Aku tidak memiliki dendam apapun dengan Black Dragon. Aku bahkan tak tahu siapa itu Black Dragon” ungkapku berbohong.

“Kalau kau tidak tahu siapa itu Black Dragon, kenapa mereka membuangmu ke pulau ini?”

Aku kembali diam karena terkejut. Untuk kesekian kalinya aku tidak bisa mengatakan apapun. Meskipun begitu, sekarang aku tahu bahwa Black Dragon-lah yang melakukannya padaku dan orang-orang itulah yang aku lawan di kapal malam itu.

“Kenapa diam?” celeuk Ayami, menyadarkanku dari lamunan singkatku. “Kau tidak bisa menyangkal apa yang aku katakan tadi?”

Aku masih diam.

Black Dragon tidak pernah berurusan dengan orang-orang yang tidak memiliki urusan atau masa lalu apapun dengan mereka. Black Dragon tidak pernah melakukan sesuatu yang ceroboh dan selalu perhitungan. Mereka juga tidak membuangmu tanpa alasan ke pulau ini, Kyuhyun-san

“Apa maksudmu dengan itu?”

“Itu berarti mereka sengaja membiarkanmu mati di pulau ini dengan keadaanmu yang saat itu benar-benar parah,” jawab Ayami. “Mereka tidak menghabisimu dari awal itu juga memiliki alasan, dan aku—aku sedang mencari tahu itu. Karena setiap kali mereka datang kesini dan membawa seseorang bersama mereka, biasanya kami menemukan mayatnya di pagi harinya. Tepat di hutan itu” lanjutnya sambil menunjuk sebuah pulau kecil dengan hutan-hutan lebat yang sangat berbeda dengan pulau lainnya dimana menjadi pemukiman penduduk di pulau ini.

“Aku masih tidak mengerti dengan apa yang kau katakan, Ayami-ssi” kataku tidak pernah melepaskan pandnaganku dari Ayami. “Kenapa kau memberitahuku ini pun, aku sama sekali tidak mengerti”

“Kau harus memberitahuku, Kyuhyun-san” ucap Ayami mengabikan perkataanku itu. “Kau harus memberitahuku kenapa kau melibatkan diri dengan Black Dragon? Kenapa mereka membuatmu seperti itu dan membuangmu ke pulau ini? Kau harus memberitahuku segalanya,”

Aku kembali diam dan berpikir. Aku tidak tahu apa aku benar-benar harus memberitahu Ayami tentang semua hal yang terjadi padaku. Tapi bukankah Ayami satu-satunya orang yang bisa aku percaya di pulau ini? Meskipun ternyata dia juga memiliki rahasianya sendiri, bukankah dia juga sudah membuka rahasianya itu padaku? Lalu kenapa aku tidak melakukan hal yang sama? Aku bisa bekerja sama dengannya, ‘kan jika memang kami memiliki target yang sama?

“Aku sudah memberitahumu tentang dendamku atas kematian orang tuaku,” kataku mulai bicara pada akhirnya. “Black Dragon… mereka yang membunuhnya”

“Siapa?”

“Kalau maksudmu adalah nama, itu adalah Kim Ki Woo”

Ekspresi Ayami berubah menjadi gelisah dan aku bisa melihat itu dengan jelas di wajahnya.

“Apa kau mengenalnya?” tanyaku ingin tahu.

Meskipun awalnya ragu, Ayami akhirnya menganggukkan kepalanya. “Dia… kakak iparku,” katanya memberitahuku sambil menundukkan kepalanya.

Mworaguyo?” celetukku terkejut. “Kakak ipar?”

Ayami menghela napas panjang. “Itu benar. Kim Ki Woo adalah kakak iparku,” tegasnya. “Aku dan suamiku tidak pernah melibatkan diri dengan apa yang kakak ipar lakukan. Organisasi kami itu seperti layaknya organisasi pemerintah. Ada banyak divisi-divisi di dalamnya yang bertugas untuk masing-masing negara atau secara internasional”

“Kau sendiri?”

“Aku dan Jung Woo hanya berada di markas, di pulau ini. Markasnya ada jauh di dalam hutan dan tersembunyi. Kami hanya mengawasi dan membantu penyelundupan karena pulau ini selalu menjadi awal mula penyelundupan yang kami lakukan”

“Apa itu masih dilakukan?”

“Dua tahun lalu, kami menghentikannya. Tapi belakangan ini, aku melihat banyak orang yang memasuki bangunannya lagi” kata Ayami memberitahu. “Tapi aku tidak menyarankanmu untuk menyerang tempat itu sendirian dan tanpa persiapan”

“Bagaimana dengan melihat-lihat?”

“Apa?”

“Bagaimana dengan melihat-lihat? Kurasa itu bisa kau sarankan, bukan?” Aku mengulang perkataanku. “Aku mungkin tidak menyerang sendirian, tapi aku bisa melihat semua yang mereka lakukan di tempat ini—“

“Dan melupakan tentang balas dendammu? Balas dendamku?” sahut Ayami menyela perkataanku.

“Aku tidak berkata aku akan melakukan balas dendamku atau membantumu membalas dendam, Ayami­-ssi” kataku dengan tegas. “Aku sudah memberitahumu bahwa aku sudah melupakan balas dendamku, dan kurasa aku sudah tidak tertarik untuk membalas dendam” tambahku meskipun aku sendiri tidak begitu yakin dengan apa yang katakan itu.

Ayami menatapku lekat-lekat, tapi tidak ada yang dia katakan padaku.

Untuk saat ini, aku memang belum memutuskan apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Aku tidak mau melakukan sesuatu yang ceroboh dan akan lebih bertindak hati-hati sekarang. Apa yang aku ketahui dari Ayami ini cukup menjadi satu hal yang aku pikirkan dan sesuatu yang baru yang aku tahu dari yeoja ini. Aku akan memikirkan ini lebih jauh nanti.

Karena lama diam, aku memutuskan untuk bangkit berdiri dan mengulurkan tanganku padanya.

__

Sooyoung POV

“Ada acara apa kau mengajakku makan bersama seperti ini?” tanyaku sambil menatap Yoona dengan lekat yang duduk di depanku di sebuah restoran di Apgeujeong.

Yoona terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu. Beberapa kali akupun melihatnya mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja, seperti seseorang yang sedang gelisah.

“Apa ada hal penting?” tanyaku dengan nada heran. “Kenapa sikapmu seperti itu?”

“Aku tak tahu apa ini penting atau tidak,” kata Yoona pada akhirnya. “Aku juga tak tahu apa kau akan marah padaku atau tidak jika aku melakukan ini”

“Melakukan apa?”

“Aku—“ Yoona kembali terlihat ragu, tapi tidak lama karena dia kembali membuka mulutnya. “Aku bermaksud untuk mengenalkanmu dengan seseorang”

Mwo?”

“Kau tahu, Sooyoung-ah. Aku tidak mau melihatmu terus melamun dan menyendiri. Kau juga jarang berbicara, jarang berinteraksi dan selalu menolak ajakan siapapun” jelas Yoona. “Aku bermaksud mengenalkanmu dengan seseorang agar aku bisa melihatmu seperti dulu lagi. Kau tahu, ‘kan? Aku tidak akan bahagia selama kau tidak bahagia”

Aku diam saja.

“Kau mau, ‘kan jika aku melakukannya untukmu? Aku tidak mengharuskanmu untuk berkencan dengannya atau apapun. Aku hanya ingin kau seperti dulu,”

“Aku bisa melakukannya denganmu. Lihat? Kita pergi bersama seperti ini, ‘kan?” sahutku dengan cepat.

“Benar. Tapi, itu akan berbeda” Yoona tak kalah cepat menyahutnya.

Aku kembali diam, berpikir bahwa ide Yoona ini benar-benar tidak bagus. Bagaimana bisa aku pergi dengan orang saat pikiranku terus tertuju pada Kyuhyun? Aku tak tahu bagaimana dia sekarang, atau dia masih hidup atau sudah—

Cepat-cepat aku menggelengkan kepala, berusaha untuk mengenyahkan pikiran burukku tentang Kyuhyun. Meskipun tidak ada yang tahu bagaimana kabarnya atau dia berada dimana, aku harus tetap yakin bahwa Kyuhyun ada di suatu tempat dan baik-baik saja. Aku tidak boleh sekalipun memikirkan hal buruk tentangnnya atau menganggapnya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Aku harus selalu meyakinkan diriku tentan keselamatan Kyuhyun.

“Apa aku mengganggu?” tanya sebuah suara, memecahkan keheningan diantara aku dan Yoona. Seketika aku menolehkan kepala, begitu pula Yoona. Di sebelah meja kami, berdiri seorang namja yang tersenyum lebar ke arah kami berdua. “Aku tidak terlambat, ‘kan?”

“Jinyoung!” pekik Yoona kemudian sambil mendorong kursinya dan bangkit dari tempat duduknya. Dia bergegas memberikan namja itu pelukan singkat, lalu mengamatinya dengan lekat. “Astaga… aku tidak percaya kau sudah menjadi seperti ini”

“Menjadi seperti apa maksudmu?”

Aku memilih untuk tidak mendengarkan percakapan mereka berdua dan sibuk mengaduk-aduk cangkir kopi di depanku. Pikiranku kembali melayang saat aku menghabiskan hari-hariku bersama Kyuhyun. Karena saat bersamanya, tidak sekalipun aku tidak menghabiskan hariku tanpa dia kecuali saat dia harus pergi bekerja dan menghilang karena pekerjaannya itu. Dulu, aku sama sekali tidak tahu apa pekerjaannya tapi sekarang aku tahu bahwa pekerjaannya itu mungkin berhubungan dengan menjaga perbatasan, menjaga keamanan negara dan sebagainya. Karena itulah pekerjaan-pekerjaan yang appa-ku lakukan saat appa masih hidup.

“Sooyoung-ah” panggil Yoona pelan sambil menyentuh bahuku. Dengan cepat aku menoleh ke arahnya dan tersentak kecil karena namja itu sedang memandangiku dengan lekat. “Kemarilah, aku akan mengenalkanmu pada sepupuku, Kim Jinyoung”

Aku mengarahkan pandangan lagi ke namja itu yang tersenyum ke arahku. “Sepupu?” ulangku.

Annyeonghaseyo,” sapanya padaku. “Kau… Choi Sooyoung, ‘kan?”

Aku mengangguk pelan tanpa mengatakan apa-apa.

“Senang bertemu denganmu, Sooyoung-ssi. Lihat.. nama kita berakhiran sama,” ucapnya tidak pernah melepaskan senyum lebarnya. “Ah, mianhaeyo.. aku memang selalu seperti ini meskipun aku baru pernah bertemu dengan seseorang. Kau tidak merasa terganggu, ‘kan?”

“Tidak, tentu saja” jawabku. Aku membalas tersenyum, “Senang bertemu denganmu juga, Jinyoung-ssi

“Ayo duduk, Jinyoung-ah” celetuk Yoona yang memilih untuk duduk disebelahku dan membiarkan Jinyoung duduk di depanku. “Apa yang ingin kau pesan?” tanyanya kemudian.

“Tidak usah. Aku tidak disini untuk makan atau minum,” Jinyoung langsung membalas sebelum Yoona sempat memanggil pelayan untuk datang ke meja kami. “Aku berencana untuk mengajak kalian berjalan-jalan. Bagaimana?”

“Jalan-jalan?”

Em. Kita bisa pergi ke banyak tempat. Yah, meskipun sekarang masih musim dingin tapi ada tempat-tempat yang justru lebih bagus didatangi saat musim dingin, ‘kan?”

“Kau benar. Kita bisa pergi ke kebun binatang, main ski atau Everland!” seru Yoona terdengar sangat bersemangat dengan ajakan Jinyoung ini. “Bagaimana menurutmu, Sooyoung-ah?”

Aku menggelengkan kepala, “Kalian pergi saja berdua—“

“Kenapa? Kau tidak suka?”

“Ayolah, Sooyoung-ah

“Aku—aku tidak suka pergi ke tempat-tempat seperti itu,” jawabku terpaksa berbohong dan Yoona mengetahuinya. Tapi aku sama sekali tidak memedulikan tatapan yeoja itu padaku dan melanjutkan bicara. “Sebenarnya ada suatu tempat yang ingin aku datang dan aku berencana akan pergi kesana saja,”

“Kalau begitu, kami akan ikut denganmu” sahut Jinyoung dengan cepat. “Kalau boleh tahu, dimana itu?” tanyanya kemudian padaku.

Aku menatap Yoona sesaat, lalu beralih pada Jinyoung yang sudah bersikap akrab meskipun baru kali ini aku bertemu dengannya. Jika aku masih aku yang dulu, mungkin aku akan mempermasalahkan ini. Tapi dia tetap sepupu Yoona jadi sekalipun aku masih aku yang dulu, aku akan menahan diriku untuk tidak marah atau bersikap kasar padanya.

“Sooyoung-ah?” panggil Yoona lagi.

“Buam-dong,” jawabku segera. “Aku ingin pergi ke Buam-dong

“Buam-dong?”

“Ada apa di Buam-dong?” Yoona bertanya sambil menautkan kedua alisnya. “Sepertinya tidak ada apapun yang menarik disana kecuali suasananya yang lebih tenang dibandingkan tempat-tempat lainnya”

Geunyang—“

“Kalau begitu, ayo kita pergi saja!” celetuk Jinyoung dengan cepat sambil bangun dari kursinya. “Kajja,” ajaknya kemudian.

Yoona bangkit, mau tak mau aku ikut bangkit dari tempat dudukku dan mengikuti kedua orang itu meskipun sebenarnya aku lebih memilih untuk pergi sendiri. Sebenarnya aku memang berniat untuk pergi ke Buam-dong dan menghabiskan waktuku disana sambil mengingat kenangan-kenanganku bersama orang-orang yang aku sayangi. Ada kekhawatiran juga untuk menginjakkan kakiku lagi disana, tapi aku mengesampingkannya. Aku hanya ingin mengingat kedua orang tuaku dan Kyuhyun di tempat itu, tidak peduli jika ada sesuatu yang mengancamku lagi disana.

**

Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha memasukkan sebanyak mungkin udara ke paru-parku lalu menghembuskannya dengan perlahan. Matahari tidak muncul sama sekali hari ini. Hanya awan kelabu yang terus memenuhi langit. Aku menarik napas sekali lagi, lalu duduk disamping pohon besar di taman Yun Dong-ju. Tidak memedulikan hawa dingin yang memenuhi sekitarku. Pandanganku terarah pada pegunungan di depanku dimana kabut tipis terus menyelimutinya.

Suasana di taman ini selalu tenang, sama tenangnya dengan jalan-jalan di Buam-dong. Aku masih ingat saat terakhir aku datang kesini dan harus memanjat dinding kota untuk melarikan diri dari beberapa orang yang mengejarku. Sejak saat itu, aku memang tidak datang kesini karena terjadi banyak hal dalam waktu yang sangat cepat. Aku bahkan masih tidak percaya karena pada akhirnya aku bisa datang kesini lagi setelah semua yang terjadi.

“Kau datang kesini lagi,”

Aku langsung menoleh cepat saat mendengar sebuah suara yang membuatku berdegup kencang karena sedikit takut hal yang sama akan terjadi lagi. Tapi ternyata itu adalah Jinyoung, dan dia sedang tersenyum ke arahku. Tanpa mengatakan apapun lagi padaku, dia langsung duduk di sebelahku. Meskipun aku tahu dia sedang memandangiku, tapi aku memilih untuk memalingkan wajah dan berpura-pura dia tidak ada disampingku.

“Kau tidak merasa kedinginan di tempat terbuka seperti ini tanpa pakaian yang lebih hangat?” tanya Jinyoung kemudian.

“Tidak, aku sudah terbiasa”

Jinjjayo? Kau sudah terbiasa?”

Aku hanya mengangguk pelan sebagai jawabannya.

Geureom… apa yang kau lakukan disini sendirian dalam suasana yang dingin ini?” Jinyoung kembali bertanya, seakan-akan tidak membiarkan suasana diantara kami berdua menjadi hening.

Untuk sesaat aku tidak menjawab. Pandanganku masih tidak mengarah padanya, karena—jujur saja, aku tidak mau ada orang asing yang tahu apa yang sedang aku pikirkan atau apa yang sedang aku lakukan. “Geunyang… menyendiri” kataku pada akhirnya.

“Kau suka menyendiri?” celetuknya terkejut. Tapi sebelum aku menanggapinya, dia kembali berbicara. “Aku tidak pernah tahu ada yeoja yang suka menyendiri di tempat yang seperti ini”

“Kau pasti lebih banyak melihat yeoja di tempat-tempat lain selain di tempat yang seperti ini” sahutku—pada akhirnya, menoleh ke arahnya. Aku cukup terkejut karena dia sedang tersenyum ke arahku. “Waeyo? Kenapa kau menatapku seperti itu?”

Aniyo, amugeotdo” Dia langsung menanggapi. “Ada banyak hal yang sangat ingin aku ketahui darimu sebenarnya. Karena menurutku, kau memiliki sesuatu yang kau sembunyikan dan aku paling menyukai yeoja yang memiliki rahasia”

Satu alisku terangkat, “Kenapa kau ingin tahu tentangku?” tanyaku sedikit tidak percaya dia tidak tahu apapun karena aku yakin Yoona pasti memberitahunya.

“Kau pikir Yoona akan memberitahuku banyak tentangmu, ‘kan?” celetuknya, seakan bisa membaca apa yang ada di pikiranku. Dia menggelengkan kepala dengan seulas senyum di wajahnya. “Sebenarnya tidak. Yoona sama sekali tidak memberitahuku apapun tentangmu. Dia justru memintaku untuk melakukan sesuatu untukmu”

“Apa itu?”

“Yoona ingin aku menjadi temanmu, dan dia ingin aku menemanimu” jawabnya. “Awalnya aku tidak mengerti kenapa dia meminta hal seperti itu dariku tapi sekarang aku tahu alasannya. Karena kau suka menyendiri dan kau butuh teman. Kau tidak tahu, ‘kan kalau menyendiri itu sebenarnya tidak bagus?”

“Tapi seseorang tetap perlu sendiri jika dia sedang memikirkan sesuatu”

Ah, jadi kau memang sedang memikirkan sesuatu” sahut Jinyoung terlihat senang karena aku terjebak dengan pertanyannya. “Aku tahu kau tidak akan memberitahuku apa yang sedang kau pikirkan itu, jadi aku tidak akan bertanya padamu” katanya kemudian.

Aku diam saja meskipun aku cukup terkejut dengan perkataannya itu yang memang benar. Aku memang tidak akan mengatakan apapun padanya sekalipun dia bertanya padaku.

Geuraesseo… neo jinjja honjaseoyo?”

Aku kembali mengangkat alisku, enggan untuk menjawabnya tapi jika kau tidak mengatakan apapun, aku yakin dia akan kembali bertanya. “Sebelumnya aku sendirian, tapi sekarang kau disini”

Jinyoung tersenyum, “Meskipun begitu, kau tidak mempermasalahkan aku disini ‘kan? Kau bisa menganggapku tidak ada atau anggap saja aku seperti salah satu patung yang ada disini. Jadi, kau bisa melakukan apapun”

“Tidak ada yang aku lakukan selain hanya duduk disini,” kataku menanggapi. “Berada disini, sendirian, itu cukup bisa menenangkan hati dan pikiranku”

“Kalau begitu, kau mau aku pergi?”

Aku tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Aku memang lebih suka sendiri, tapi tidak ada salahnya jika ada seseorang yang menemaniku karena masih ada sedikit kekhawatiran dalam diriku jika kejadian yang sama terulang lagi di tempat ini.

“Aku akan pergi jika kau mau aku pergi, dan aku tidak masalah—“

“Aku tidak memaksamu untuk tinggal atau pergi,” Aku menyela perkataannya yang belum selesai. Aku menatapnya sesaat, lalu mengalihkan pandanganku darinya ke pemandangan di depanku. “Aku memang lebih suka menyendiri tapi aku tidak masalah jika ada yang menemaniku. Kau bisa mengambil kesimpulan sendiri dari apa yang aku katakan”

Geurae, arraseo

Tanpa aku duga, Jinyoung bagkit berdiri dan tanpa mengatakan apapun, dia memilih pergi untuk meninggalkanku. Aku sempat berpikir untuk memanggilnya kembali, untuk kembali duduk di sampingku meskipun tidak ada yang dia lakukan. Tapi kemudian dia berhenti di depan sebuah batu yang ada di sisi lain taman dan membalikkan badan untuk duduk disana. Saat tahu aku sedang menatapnya, dia melambaikan tangannya ke arahku. Membuatku mau tidak mau tertawa kecil dengan apa yang dia lakukan.

Bogoshipda… Kyuhyun-ah” kataku pada diriku sendiri sambil mengalihkan pandanganku dari Jinyoung. Aku menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. Tanpa terasa air mataku menetes membasahi pipiku, dan aku langsung mengusapnya. “Kyuhyun-ah… aku selalu berharap kau baik-baik saja dan aku akan selalu berharap kau kembali padaku”

__

Kyuhyun POV

Aku tahu seluruhnya saat aku menyelinap dari rumah sederhana yang cukup jauh dari rumah-rumah lainnya dan sampai di sebuah hutan yang pernah Ayami katakan padaku menjadi markas Black Dragon—yang lama terlantar tapi kembali digunakan, itu adalah suatu tindakan yang tanpa perhitungan. Aku tidak berniat untuk datang ke tempat seperti ini pada awalnya, tapi keinginan dan rasa ingin tahuku terlalu besar untuk diabaikan jadi aku sampai di tempat ini, sendirian. Aku tak tahu apa yang aku lakukan selain hanya untuk memenuhi rasa ingin tahuku tentang markas Black Dragon di pulau ini.

Aku mengendap-endap, berhati-hati saat mendekat ke sebuah bangunan seperti dermaga tua yang sudah tidak layak digunakan. Tidak ada siapapun orang yang berjaga di sana atau disekitarnya, dan itu membuatku sedikit ragu untuk lebih mendekat lagi. Ini hampir sama seperti yang aku lakukan lima bulan yang lalu. Perbedaannya adalah saat itu aku bersama seseorang, sementara sekarang aku sendirian. Tidak ada yang memanduku untuk mengambil jalan ke arah mana dan tidak akan yang menuntunku serta memberitahuku bagaimana keadaan di dalam bangunan. Aku benar-benar sendirian, tanpa senjata apapun dan aku akan masuk ke satu tempat yang berbahaya.

“Baiklah, Kyuhyun-ah! Kau tidak akan mendapatkan apapun jika tetap disini,” kataku pada diri sendiri. “Aku sudah sejauh ini, jadi kenapa tidak melihat-lihat dan kembali lagi nanti?”

“Aku tidak akan melakukannya jika aku jadi kau,”

Mataku melebar mendengar suara yang terdengar tidak asing di telingaku sebelum aku keluar dari tempat persembunyianku di balik gundukan tanah besar. Aku diam terpaku di tempatku, ragu dan khawatir untuk menolehkan kepala meskipun hanya sekedar untuk memastikan apa yang dengar itu memang suara yang sudah sangat aku kenali.

“Aku tidak menyimpan nyawamu untuk kau berbuat bodoh seperti itu, nak” katanya lagi dan itu membuatku yakin suara itu adalah milik Kang Dae Shik.

Aku bangkit berdiri sambil menggenggam tanganku dengan erat saat kilasan-kilasan tentang namja itu muncul di kepalaku. Aku tidak percaya dia masih hidup dan sekarang berada di pulau ini. Aku—

“Min Woo-san” Itu suara Ayami, dan dengan cepat tangannya memegangi lenganku. Menahanku saat aku berniat untuk membalikkan badan.

Aku menoleh ke arah Ayami yang ternyata sedang memandangiku dengan lekat. Sepertinya dia tahu bahwa aku akan menerjang namja itu jika aku dibiarkan. Dia bahkan mengencangkan genggamannya di lenganku dan tidak mengalihkan pandangannya dariku. Seakan-akan dia sedang mengatakan sesuatu dengan apa yang dia lakukan itu.

Anata wa doko ni imashita, Min Woo-san? Watashi wa anata o sagashite ita” kata Ayami kemudian berpura-pura sedang mencariku. “Anata wa itsumo watashi o shinpai sa semasu—kau selalu membuatku khawatir

“Min Woo?”

Sō, kare wa watashi no otōtodesu—ya, dia adikku” Ayami yang menjawab sahutan Kang Dae Shik itu, dan tidak membiarkan aku untuk berbicara. “Kare no namae wa Min Woo

Ā,-sō” sahut Kang Dae Shik menanggapi. “Sore wa Kankoku no namaede wa arimasen ka?

Aku mencelos, khawatir jika dia merasa curiga.

 “Hai, kare wa kangokujindesu—ya, dia orang Korea” jawab Ayami terus memegangiku. “Kankoku no watashi no otto. Kare wa kare no kyōdaidesusuamiku orang Korea. Dia adiknya

Ā,-sō

Kanojo wa watashi no hontō no imōtode wa arimasen—dia bukan kakakku yang sebenarnya” kataku dengan cepat. “Shikashi, kanojo wa watashi no anedesu—tapi dia kakakku” Aku menambahkan.

“Maksudmu kakak ipar?” sahut Dae Shik. “Giri no onē chi

Aku mengangguk pelan.

Gomen’nasai. Kare no nihongo wa mada namerakade wa arimasen—maaf, bahasa jepang-nya belum lancar” kata Ayami tidak mau berhenti berbicara.

Kinishinaide

Mōshiwakearimasenga, kokode wa maki o sagashiteimasu—aku minta maaf, kami sedang mencari kayu bakar disini. Watashi wa kare to issho ni ikanakereba naranai—aku harus pergi dengannya” kata Ayami lagi. “Shitsurei shimasu” Dia membungkukkan badan dan menarikku. Mau tak mau akupun ikut membungkuk—dengan cepat dan berusaha menutupi wajahku, dan kemudian mengikuti Ayami tanpa mengatakan apapun lagi.

Kami berjalan dalam diam, menyusuri hutan dan kembali ke jalanan utama. Selama perjalanan itu, Ayami tidak mengatakan apapun padaku begitu pula aku. Pikiranku terlalu sibuk memikirkan Kang Dae Shik dan sedikit khawatir dia selama ini memata-mataiku disini. Tapi aku benar-benar tidak menyangka jika aku bertemu dengannya disini dan aku tidak percaya bahwa aku tidak melakukan apapun padanya setelah apa yang dia lakukan pada Sooyoung.

“Apa kau gila?” celetuk Ayami pada akhirnya setelah kami mendekati rumah dimana kami tinggal. “Apa yang kau lakukan disana? Kenapa kau tidak mendengarkan apa yang aku katakan?”

Aku menghela napas pelan, “Aku hanya melihat-lihat. Aku sudah mengatakannya padamu”

“Tapi kau seharusnya tidak pergi sendiri, Min Woo-san. Tempat itu berbahaya, dan apa kau mengenal namja itu?”

Namja itu?”

Ayami mengangguk.

“Kang Dae Shik,” jawabku tanpa ragu. “Dia alasan kenapa aku mengejarnya ke kapal itu dan dia orang yang membuat yeojachingu-ku—“ Aku diam dan tidak melanjutkan kata-kataku karena tidak mau membayangkan Sooyoung dan keadaannya saat itu.

“Aku mengerti,”

“Kenapa kau tadi menahanku, Ayami-ssi?”

“Kenapa kau bahkan bertanya seperti itu padaku?” jawab Ayami sebelum membukakan pintu rumah untukku. Dia memintaku untuk masuk terlebih dahulu, lalu dia menyusulku. Setelah dia menutup pintunya, dia langsung duduk di depanku. “Sepertinya dia bukan orang yang baik dari caranya memandangmu. Dan mendengar dia melakukan sesuatu padamu dan yeojachingu-mu, itu berarti kau harus lebih berhati-hati sekarang. Aku tidak yakin dia percaya begitu saja dengan apa yang kita lakukan tadi”

Ada kebenaran dalam perkataan Ayami itu, jadi aku tidak mengatakan apa-apa untuk memberikan tanggapan padanya.

“Apa yang akan kau lakukan sekarang?”

“Apa?”

“Aku bertanya padamu, apa yang akan kau lakukan sekarang?” ulang Ayami. “Ada orang yang sepertinya mengenalimu disini, dan itu bukan pertanda yang baik”

“Bagaimana jika itu sebaliknya?” sahutku dengan cepat.

“Apa maksudmu?”

Aku diam untuk sesaat, “Bagaimana jika itu justru pertanda baik untukku? Bukankah aku tidak perlu berpura-pura untuk berada dalam keadaan yang seperti ini? Aku bisa—”

“Membalas dendam?” sela Ayami sebelum aku menyelesaikan kalimatku.

Aku menatapnya dengan lekat, lalu mengalihkan pandanganku. “Membalas dendam bukan tujuanku sekarang,” jawabku. “Aku hanya ingin menangkapnya dan memberinya pelajaran karena sudah membuat yeojachingu-ku menderita”

“Hanya itu?”

Aku mengangguk. “Hanya itu—“

“Balas dendammu?”

“Aku tidak akan melakukannya. Aku sudah berkali-kali mengatakan padamu bahwa aku tidak akan melakukan balas dendam apapun” jawabku dengan tegas. “Aku tahu bahwa Black Dragon sudah membunuh orang tuaku, membunuh suamimu dan bahkan membuangku ke pulau ini. Aku tahu bahwa aku seharusnya membalas dendam, tapi aku memilih untuk tidak melakukannya”

Doushite?”

“Karena yeojachingu-ku telah membuatku melupakan tentang balas dendamku. Aku tidak ingin membalas dendam karena itu bukanlah tujuan hidupku setelah aku mengenal yeojachingu-ku dan apa yang harus dia hadapi”

“Aku masih tidak mengerti—“

“Apa yang yeojachingu-ku miliki, apa yang membuatnya dalam bahaya itu berhubungan dengan kematian orang tuaku, Ayami-ssi” selaku sebelum Ayami menyelesaikan kalimatnya. “Keselamatannya jauh lebih penting daripada balas dendamku sekarang. Meskipun begitu, aku akan memastikan bahwa aku melakukan sesuatu pada Kang Dae Shik saat aku tahu bahwa dia berada di tempat yang sama denganku”

Ayami menatapku dengan lekat, “Apa yang akan kau lakukan, kalau begitu?”

Aku berpikir sesaat, lalu menghela napas singkat. “Membuat rencana—“

“Dan kau tidak akan melewatkanku dalam rencana apapun yang akan kau buat itu, ‘kan?”

Mwo?” seruku terkejut.

“Oh, ayolah, Kyuhyun-san. Meskipun namja itu memang tidak memiliki hubungan apapun denganku, tapi setidaknya biarkan aku membantumu” desak Ayami tanpa mengalihkan pandangannya dariku. “Dengar—“ Dia melanjutkan. “—setelah lima bulan ini, kau sudah menganggapku sebagai kakakmu, ‘kan? Akupun sudah menganggapmu benar-benar sebagai adikku. Karena itu, aku tidak mungkin membiarkanmu melakukan apapun yang berbahaya sendirian”

“Tapi—“

“Kita akan melakukannya bersama-sama,”

Aku mendesah panjang, tidak tahu harus mengatakan apa selain hanya menganggukkan kepala karena kekeras-kepalaan Ayami yang aku tahu tidak akan bisa aku tolak. Mau tak mau aku memang harus melibatkan Ayami, dan aku tidak akan bisa terus diam setelah lima bulan ini tidak melakukan apa-apa. Aku harus melakukan sesuatu. Harus.

-TBC-

Mianhae, aku bakalan lama update FF ini. Tapi jangan khawatir, aku pasti selesaiin FF-nya, walaupun lama. Dan mungkin beberapa episode ini, belum ada Kyuyoung moment-nya yah (demi kepentingan cerita).. mianhae, tapi tunggu aja J Sekali lagi aku minta maaf ya.

Jangan lupa komentarnya^^

Gomawo

 

 

Author:

just an ordinary girl in a ordinary life

7 thoughts on “[Series] The Precious Thing -10-

  1. anjirrrrr gilaa!!! part in bner” bikin naik darah ashhhhh >_< KANG DAE SHIK!!!! NEO SAEKKIYA!!!!! JINJJHA!!!!! tega bner mukul face'a soo eonni 😦

  2. Annyeong…😄
    Wuaahh… sepertinya bakal panjang ya kisahnya…. penasaran apa yg bakal trjadi selanjutnya …. gomawo😄

  3. Kirain udh selesai,, ternyata masih ada konflik nya. Si kyu masih penasaran banget apa??? Chap selanjutnya harus ada kyuyoung moment yaa thorr

  4. Yahh agak sedih sih di part ini kyuyoung jdi smkin jauh pdhal sdh dekat ah next part di tnggu eoni

Leave a reply to imasparkyuelf Cancel reply