Five: Cindewhorella

[GG] Choi Soo Young & [SJ] Cho Kyu Hyun

Genre: Drama, Romance, Family-AU! | Rating: Teenager, General | Length: 3.214 words.

presented by Summerie/meydawk.

.

.

Dedicated to Shfly1306.

LIMA. Cindewhorella membuat Prince Charming bertanya-tanya tentang kemisteriusannya.

---

Ia tidak yakin apakah ini pengaruh kafein yang terlalu banyak ia tenggak atau seluruh perhatian Pegawai Hollow memang tertuju kepadanya karena detik ia melangkahkan kakinya ke dalam kantor, semua mata memandang terang-terangan ke arahnya; bahkan beberapa perempuan tidak sanggup menahan diri untuk tidak berbisik-bisik dengan mata nyalang yang diarahkan ke Soojin.

Hal seperti inilah yang membuat Soojin kelimpungan dan tidak bisa berhenti berpikir apakah ada yang salah dengan dirinya. Pagi ini memang tidak berjalan terlalu mulus karena keributan yang ditimbulkan adiknya sewaktu ia mengoles lipstiknya—tapi cuma itu. Soojin yakin tidak ada yang benar-benar aneh dengannya pagi ini.

Dengan bekal pikiran optimisnya, Soojin membelah lautan manusia menuju ke biliknya, dan mungkin bisa bertanya pada pegawai perempuan baru yang duduk di sebelahnya apa ada yang salah dengan dirinya. Namun semuanya tidak berubah sampai ia tiba di kantornya. Pegawai perempuan baru itu juga memandanginya seakan-akan ada ingus hijau mengalir dari hidungnya.

“Apa ada yang salah denganku? Apa rambutku keriting sebelah?” Tanyanya pada gadis bernama Mina itu.

Mendengar pertanyaannya, gadis itu gelagapan, seolah-olah Soojin menggunakan bahasa kera atau semacamnya. “Eh…”

“Katakan saja. Aku akan memperbaikinya secepat mungkin.” Sahut Soojin percaya diri.

“Itu.. anu, ada selebaran tentangmu… Maksudku, fotomu… dalam keadaan… uh, telanjang.”

“Telanjang?!” Sekarang rasanya seperti tersambar petir. Soojin bergidik di tempatnya berdiri, tidak mampu menggerakkan kakinya ke manapun—bahkan bernapas pun ia kesulitan. “Apa kau s-serius?!” Dalam keadaan seperti ini, rasanya wajar untuk kehilangan kemampuan bicara secara fasih.

Mina menyodorkan sebuah selebaran kecil bewarna merah marun dengan ragu-ragu. Selebaran itu segera berpindah tangan.

Choi Soojin, Sekretaris Pribadi atau Pemuas Nafsu Pribadi?

Separuh nyawa Soojin seakan ditarik keluar secara paksa. Di bawah headline tadi, ada paragraf-paragraf yang kini tak terbaca, karena matanya dipenuhi oleh likuid-likuid menyedihkan yang segera mengalir ke pipinya. Ada pula sebuah potret yang jelas merupakan produk Photoshop karena Soojin tidak akan pernah mau berpose begitu.

Dengan pikirannya yang semrawut dan perasaannya yang tidak karuan, Soojin tahu siapa pembuat onar ini.

–

“Teganya kau!” seseorang tiba-tiba menyentakkan bahunya—bahkan nyaris mendorongnya jatuh—dan berteriak tepat di telinganya. Sooyoung menoleh, bersiap dengan makian yang telah bertengger di kerongkongan, namun terhenti karena melihat wajah sembap kakaknya dengan mata dan hidung memerah. Ia bahkan bisa melihat eyeliner Soojin mengalir menuruni pipinya.

Hal itu, entah mengapa, mengirimkan kepuasan dalam dadanya. Ia mengubah raut wajahnya menjadi seperti seseorang yang kebingungan. “Seharusnya kau memakai waterproof eyeliner-mu.” Katanya.

Amarah Soojin semakin meluap-luap, ia bahkan tidak peduli pada Kyuhyun yang berdiri di belakang Sooyoung, menatap kakak beradik itu dengan mimik bingung. Ia hanya ingin meledak dan menangis. “Ini!” teriaknya, melempar selebaran dengan bagian foto telanjang yang sudah disobek dengan tidak rapi. “Teganya kau melakukan itu!”

Sooyoung menangkap pamfletnya tepat waktu, atau kalau tidak, pamflet itu akan menghantam wajahnya. “Apa maksudnya ini? Well, jangan besar kepala dulu, tapi aku yakin Choi Soojin tidak hanya ada satu di sini. Mungkin dua. Mungkin juga tiga. Apa menurutmu ada Choi Soojin lain?” Kata Sooyoung, menatap Kyuhyun meminta jawaban. Pertanyaannya tidak mendapat sahutan karena Kyuhyun telah merebut pamflet yang berada di tangan Sooyoung, membacanya dengan mikik serius.

Selesai dengan pamfletnya, Kyuhyun mendongak kembali dan memandang Sooyoung dan Soojin bergantian. “Siapa yang membuat ini?!” Serunya, membuat sesenggukan Soojin terhenti sebentar karena terkejut.

“A-aku tidak tahu.” Jawab Soojin, air mata masih belum berhenti menganak sungai di pipinya. “Tapi aku percaya itu buatan Sooyoung.”

Sooyoung memutar bola matanya mendengar jawaban kakaknya itu—sudah bisa ditebak. “Well, seharusnya kau melihat foto telanjangnya.” Gumamnya pelan. “Tega sekali kau merobek karya agungku.”

“Jadi kaulah yang membuatnya.” Kyuhyun berkata dengan gigi terkatup rapat; menunjukkan betapa murkanya dirinya sekarang. “Soojin, ikut aku.” Ia menyambar lengan Soojin dan menariknya ikut bersamanya.

Tinggalah Sooyoung, dengan seringaian di bibir dan pamflet tergenggam di tangan.

–

Saat jam makan siang, akhirnya, Kyuhyun kembali. Seperti ada magnet atau apalah itu, secara refleks kepala Sooyoung menoleh, matanya mengikuti gerak-gerik Kyuhyun yang sepertinya mengarah langsung ke biliknya yang ramai. Diam-diam, ia menantikan hal-hal yang akan dilakukan Kyuhyun kepadanya; mungkin memecat dirinya, atau memaki, atau bahkan melaporkannya ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik dan manipulasi. Terserah saja, ia bahkan tidak peduli pada hal-hal begituan—tidak setelah melihat kehancuran dalam ekspresi Soojin yang menyedihkan. Apa yang diinginkannya telah tercapai; urusan akibat buruk yang dihasilkan rencananya itu tidak kelihatan penting sekarang.

“Aku mau bicara denganmu sekarang juga. Berdua.” Ujar Kyuhyun dengan suara rendah dan datar. Kemudian, tanpa menunggu reaksi Sooyoung atau penolakan atau anggukan, ia membalikkan tubuhnya dan berjalan dengan langkah lebar ke kantornya.

Berbicara empat mata dengan seseorang yang marah denganmu sama artinya dengan mengambil resiko tinggi yang menerapkan aturan kasatmata; dimakan-atau-memakan. Kalau kau tidak sigap dan pandai-pandai mengakali suasana, Sooyoung yakin dirinya akan remuk redam nanti ketika ia melangkahkan kakinya keluar. Lagi pula, ia bisa melihat bagaimana buruknya perilaku Kyuhyun itu—mengingat ucapan kasar yang dilontarkan lelaki itu padanya kemarin dan kemarinnya lagi. Oh, dan jangan lupakan tamparan keras di wajahnya. Rasa-rasanya emosinya naik kembali mengingat cap tangan merah di pipinya itu. Sooyoung yakin ia tidak akan bisa melupakannya seumur hidupnya.

Kyuhyun sudah duduk di balik mejanya, dengan posisi kedua tangan terlipat di depan dada dan mata yang menyorot tajam. Untuk menjaga privasi—dan kalau-kalau Kyuhyun ternyata memutuskan untuk menikamnya dengan pisau yang tersembunyi di lacinya—Sooyoung menutup pintu, tidak terlalu rapat sehingga menyisakan celah kecil yang membuat suara di ruangan ini bocor keluar, supaya pegawai lainnya bisa mendengar teriakannya nanti.

Lelaki di depannya berdeham sekali, kemudian dua kali, dan Sooyoung berani bertaruh Kyuhyun melakukannya untuk mendominasi keadaan dan menggetarkan Sooyoung, sedikit. “Aku tidak percaya kau melakukan hal sehina itu kepada kakakmu sendiri.” Ujarnya, terdengar agak menceramahi.

Pembicaraan klise seperti inilah yang membuat Sooyoung jengkel dan jemu. Dan percayalah, Sooyoung sudah menjalaninya lebih dari lima belas kali—dan itu semua dengan inti dan tema yang sama, Choi Soojin yang lemah dan pengadu. Masukkan tawa penuh sarkasme di sini.

“Oh, well, kau ‘kan baru mengenalku sekitar… hm, 76 jam? Atau mungkin kurang. Intinya, bagaimana kau bisa mengambil keputusan kalau aku tidak mampu melakukan hal-hal seperti itu? Atau mungkin hal lain yang lebih kejam? Maksudku, aku bisa saja mantan pembunuh bayaran dan kau tidak akan tahu itu.” Cerocosnya. “Kalau kau tidak melakukan background check, sih. Tapi aku sangsi kau akan menemukan fakta-fakta tentangku. Kalau Soojin, mungkin ya. Aku yakin kau bisa menemukannya di situs-situs porno.” Ia tertawa sendiri, seolah-olah candaannya barusan selucu gambar kucing dengan tanduk unicorn palsu.

“Hentikan omong kosongmu itu.” Sela Kyuhyun, bertambah serius setiap detik demi detiknya. “Aku tidak peduli apa yang sudah kaulakukan sebelum ini, tapi kita tengah membicarakan masalah yang terjadi di kantorku dan kau adalah bawahanku dan sudah sepantasnya aku meminta penjelasan, bukan begitu?”

“Well, Bos,” Sooyoung berhenti sebentar untuk mengembuskan napas dan menyelipkan sehelai rambut cokelatnya ke belakang telinga. “Bawahanmu juga punya privasi. Dan kau tidak bisa menghapus hak itu dengan sesuka hatimu.”

“Menurutku,” balas Kyuhyun geram. “Masalah yang sudah kau timbulkan ini sama sekali tidak berhubungan dengan privasi atau apapun itu. Dan seandainya ini memang menyangkut privasimu, bukannya kau duluan yang menghapus privasi orang lain?”

Boleh juga balasan Kyuhyun, Sooyoung mengangguk-angguk dengan takzim sebelum menyerang, “Kurasa kau melewatkan poin pentingnya, tapi baiklah, aku akan menjawab sebisaku.” Ia berdeham. “Kukira bintang porno tidak memprivat penampilannya? Jadi kurasa wajar saja kalau aku mengunduh fotonya dan menyebarkannya kepada orang kantor, bukan? Maksudku, mungkin saja pegawai di sini bahkan sudah pernah melihat live action videonya? Siapa yang tahu, ‘kan?”

“Tapi KAKAKMU bukan bintang porno, Choi Sooyoung!” Kyuhyun naik pitam, ia tidak percaya Sooyoung bisa berubah menjadi manusia sebebal ini. Kyuhyun yakin Sooyoung tahu apa yang dikatakannya barusan tidaklah benar—bahwa menjadi pornstar adalah karangannya semata dan bukanlah kejadian yang sebenarnya, namun tetap saja gadis itu bersikukuh dengan pendapatnya yang sudah ketahuan tidak valid. Apapun itu, tangan Kyuhyun sudah gatal ingin menampar perempuan di hadapannya. Jika saja ia tidak mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak bersikap kasar, tangannya pasti sudah melayang di udara.

“Kembali ke pertanyaanku semula; dari mana kau tahu kalau Soojin bukanlah mantan pornstar? Ingat ‘kan kalau aku adiknya dan itu berarti hidupku nyaris berisi tentangnya?”

“Quit playing!” seru Kyuhyun tiba-tiba, menggebrak meja. “Aku tidak tahu apa kalian punya masalah internal atau apapun itu, tapi bisakah kau bersikap sedikit lebih profesional dan berhenti bermain-main di kantorku? Aku bisa memecatmu kapanpun aku mau. Sekarang pun bisa!”

Tubuh Sooyoung bahkan masih rileks, dan ekspresinya tidak menunjukkan emosi berlebih sama sekali. Ia bahkan masih sempat menawarkan senyuman pendek kepada Kyuhyun—yang menggenggam erat mejanya agar tidak meledak. “Lucu sekali, karena hal yang kulakukan ini adalah bentuk peniruan dari apa yang seseorang pernah lakukan kepadaku.” Ia tertawa, kemudian melanjutkan dengan nada serius yang kental. “Suatu saat nanti, Cho Kyuhyun, kau akan melihat sesuatu. Dan kuyakinkan kau, sesuatu itu bukan hal yang akan kausukai.” Katanya singkat sebelum berbalik, melangkah keluar dari kantor.

–

“Bisa pinjam mikrofonnya sebentar? Aku diberi tugas direktur pemasaran untuk memberi informasi.” Tanya Sooyoung, sekaligus menjelaskan kepada petugas pengumuman—atau apapun itu sebutannya.

“Tentu,” petugas lelaki yang kira-kira berusia setengah abad, mungkin lebih. Petugas itu keluar dari posnya dan berjaga di depan.

Kesempatan ini dimanfaatkan sepenuhnya oleh Sooyoung—ia mengunci pintu pos supaya petugas tadi tidak menyelanya ketika ia mengetahui Sooyoung telah berbohong. Ia berdeham sekali sebelum memosisikan mikrofonnya agar berdiri tepat di dekat bibirnya. “Halo? Ya, halo! Halo kalian semua! Well, ini aneh sekali tapi aku harus melakukan ini sekarang juga sebelum aku berubah pikiran.” Katanya, berdeham sekali lagi. “Well, aku percaya kalian semua sudah menerima pamflet jelek bohongan tentang Choi Soojin itu, aku minta maaf sekali atas ketidaknyamanan yang kutimbulkan. Itu hanya lelucon bodohku dengan kakakku saja. Omong-omong aku adiknya. Hari ini adalah ulang tahun kakakku dan aku hanya ingin membuat surprise, tapi ternyata kejutanku berbalik menyerangku. By the way, fotonya itu tidak nyata, kok—hanya hasil editanku saja. Bagus, ‘kan? Kalau kau mau kau bisa datang padaku dan merikues. Intinya, aku meminta maaf dan SELAMAT ULANG TAHUN UNTUK KAKAKKU CHOI SOOJIN! AKU SAYANG PADAMU! Terima kasih, bye bye!” Sooyoung menutup pidato lebarnya dan membuka selot kunci, hanya untuk menghadapi raut tidak setuju petugas tadi—namun kali ini bercampur dengan ekspresi hormat atau apalah itu.

“Itu lelucon yang buruk,” kata petugas itu. “Tapi kau baik sekali meralatnya segera. Aku yakin kau adalah adik yang baik—dan sampaikan juga ucapan selamat ulang tahunku pada kakakmu.”

Ironi tersebut menohok Sooyoung cukup dalam sampai ia kesulitan bicara. Akhirnya, ia hanya tersenyum kepada petugas tadi dan melesat kembali ke kantornya.

–

Penyelamatan yang bagus, Kyuhyun berpikir kepada dirinya sendiri. Jelaslah, ia tidak sedang menghadapi amatir bodoh yang tidak kreatif; ia berhadapan dengan seseorang yang mengalahkannya dalam perdebatan dan membuatnya kagum dengan pidato sok puitis yang diketahui Kyuhyun palsu adanya sebagai penyelamatan. Orang seperti Choi Sooyoung inilah yang harus dihindari, karena begitu menghanyutkan namun bisa menikammu dengan telak setiap sesaat. Kalau pertemuan pertama kali Kyuhyun dengan Sooyoung tidak melibatkan adu mulut tentang ‘harga diri’, mungkin Kyuhyun akan menganggap perempuan itu sebagai seseorang yang polos dan baik hati serta anggun. Dan Kyuhyun bersyukur ia tidak bertemu Sooyoung dengan cara yang benar; karena Choi Sooyoung jelas menyimpan belati di balik punggungnya. Masalahnya, Kyuhyun tidak tahu kepada siapa belati tersebut mengarah. Soojin? Dirinya?

Namun, mau tidak mau, Kyuhyun mulai goyah—ia tidak tahu di mana tepatnya ia harus membela. Soojin kelihatannya sangat baik dan rapuh—namun ucapan Sooyoung benar adanya, siapa yang tahu bagaimana masa lalu perempuan itu? Tepat, tidak ada. Lalu Sooyoung. Perempuan itu kelihatan pahit dan kelam, seakan-akan ia adalah cairan hitam kopi tanpa gula yang tersangkut di tenggorokan; ada sesuatu tentangnya yang diam-diam ingin Kyuhyun ketahui. Apalagi dengan ucapan terakhir perempuan itu tentang ‘sesuatu’ yang tidak ia ketahui maksudnya.

–

“Sekali lagi aku menyelamatkan imejmu,” ujarnya ketika berpapasan dengan kakaknya di dapur. “Hal yang seharusnya tidak kulakukan.”

“Kau tidak,” jawab Soojin defensif. “Kau mengatakan itu supaya Kyuhyun tidak memecatmu.”

Sooyoung tergelak, terpaksa meletakkan kotak jus di meja, khawatir isinya akan tumpah. “Aku salut padamu karena masih menganggap hebat Cho Kyuhyun-mu itu.” Katanya dengan nada meremehkan. “Sekedar informasi saja ya, Kyuhyun tidak punya hak untuk memperkerjakanku. Atau memecatku.”

Omongan Sooyoung ini berhasil menghentikan manuver Soojin untuk segera melarikan diri dari dapur yang remang-remang. “Kok bisa?” tanyanya, tidak bisa menyembunyikan keingintahuannya. “Kau bertanggung jawab atasnya, bukan?”

“Memang iya,” sahut Sooyoung sambil mengangkat bahunya. Ia berhenti sebentar untuk memberi kesan misterius sebelum memuntahkan segalanya. “Oh, well, aku tidak sebodoh itu sampai memberitahumu rahasia bagaimana-menyingkirkan-Choi-Sooyoung dan membiarkanmu menendangku keluar dari sana. Jadi, bersenang-senanglah mencari tahu!” Ia menutup kalimatnya dengan kedipan mata, sebelum menghambur keluar dari dapur.

Sementara itu Soojin memaki pelan. Ia tahu adiknya tidak masuk ke Hollow dengan cara ‘biasa’, namun, sayangnya, ia belum mengetahui dari mana Sooyoung mendapatkan jalannya itu. Soojin bersumpah ia akan mencari tahu. Nanti, setelah semuanya kembali agak normal—kelihatannya gosip palsu pornstar-nya tidak akan redup dalam waktu dekat. Setidaknya Kyuhyun sudah mengetahui betapa jahat dan kejamnya Sooyoung; sehingga kesempatan jatuh cinta lelaki itu dengan Sooyoung berkurang drastis. Mungkin, kalau Soojin cukup beruntung.

–

Ia bangun keesokan harinya dengan sakit kepala tingkat akut yang mengerikan, sampai-sampai ia kesulitan membuka matanya. Dahinya juga panas, Sooyoung mengetahui itu setelah menempelkan punggung tangannya ke dahinya yang terbakar itu. Mungkin itu alasan yang cukup untuk bolos kerja, namun entah mengapa Sooyoung tidak ingin melakukannya. Tidak setelah kerusakan parah yang ia sebabkan—tentu saja Choi Sooyoung ini tidak mau dikatakan sebagai pengecut. Oh, yang benar saja. Lagi pula, ponselnya masih menunjukkan pukul lima. Ia mungkin masih punya waktu untuk duduk malas-malasan di kamar mandi, membiarkan Kyuhyun tidur lebih lama, mungkin.

Pada akhirnya, Sooyoung tetap bangkit dari kasurnya. Ia mandi dan keluar untuk berpakaian, sengaja benar memilih jins panjang dan kaus yang kemudian dirangkap dengan blazer putih untuk menambah kesan formal. Saat kau sakit kepala, kau cenderung memilih pakaian sesantai dan semudah mungkin. Lagi pula, jins menonjolkan kakinya yang jenjang dan ramping, dan Sooyoung mensyukuri itu.

Ia berhasil keluar dari rumah empat puluh menit kemudian, setelah menyambar dua bungkus roti basah yang baru keluar dari pemanggang—hanya agar dirinya tidak kena semprot karena melewatkan sarapan entah untuk ke-berapa kalinya. Sakit kepalanya juga yang memaksanya untuk tidak berkendara sendirian tanpa orang lain—siapa tahu Sooyoung pingsan tiba-tiba di dalamnya, dan kemudian mobilnya kehilangan kendali dan jatuh berguling-guling sampai ke dasar jurang? Jadi, sebagai alternatif, Sooyoung memilih untuk memanfaatkan kartu transportasi umumnya yang jarang dipakai, meskipun jelas naik kendaraan umum berarti terlambat. Tidak masalah, Mr. Cranky Pants bisa menunggu. Keselamatan harus tetap diutamakan, bukan?

–

Choi Sooyoung terlambat hari ini. Sekarang Kyuhyun bahkan sudah siap dengan setelan jasnya yang kaku dan rapi serta sepatu hitam mengilat. Menghabiskan waktunya, Kyuhyun memutuskan untuk berkeliling apartemennya—memastikan tidak ada noda tertinggal atau porselen yang lenyap dari tempatnya. Kemarin Sooyoung sudah menelepon pelayanan kebersihan untuk datang, dan Kyuhyun agak senang karena asistennya yang gila itu masih ingat daftar pekerjaan standarnya.

Semuanya bagus dan terkendali. Dan kesabarannya semakin menipis setiap detiknya. Ke mana Choi Sooyoung itu? Kyuhyun membuat janji kepada dirinya sendiri; kalau sepuluh menit lagi asistennya belum datang, ia akan pergi. Tunggu saja sampai Sooyoung menjadi obyek kemarahannya—kejengkelannya kemarin belum juga hilang dan sekarang perempuan itu sudah menambahinya dengan yang lain lagi. Mungkin setelah ini—

Suara Nadine menggema di penjuru ruangan, diikuti dengan kemunculan Sooyoung yang berkeringat dan pucat. Kemarahannya lenyap begitu saja, entah karena apa; namun bisa dipastikan raut kesakitan asistennya itulah yang membuat kejengkelannya runtuh.

“Sorry,” ujar Sooyoung, terengah-engah. “Kepalaku terasa seperti habis diinjak kawanan gajah jadi aku tidak bisa menyetir dan harus terpaksa naik transportasi umum. Tahu bus, ‘kan? Kalau-kalau kau tidak pernah menaikinya, kuberitahu ya, bus selalu datang terlambat dan punya pemberhentian khusus setiap seratus meter atau semacamnya.” Ia berhenti sebentar untuk mengangkat bahu dan menarik napas. “Dan antrean Starbucks juga sedang ramai hari ini.”

Mau tidak mau penjelasan tidak beraturan Sooyoung membuat Kyuhyun memutuskan untuk memaafkan asistennya itu. Ia hanya diam sewaktu Sooyoung mengulurkan gelas plastik Starbucks dan sesobek roti yang masih hangat di telapak tangannya.

“Lalu, kenapa kau berangkat?” Suara Kyuhyun akhirnya kembali setelah ia menyesap kopi pembuka harinya. Ia menatap Sooyoung dengan kening berkerut, perempuan itu sedang menggigit besar-besar rotinya seperti singa yang belum makan sebulan. “Kau bisa saja meneleponku, minta ijin atau semacamnya.”

“Ah, yang benar saja,” sahut Sooyoung dengan mulut penuh, tertawa kecil. “Seakan-akan kau tidak akan menyerbuku dengan seribu pertanyaan seputar apakah aku berbohong atau tidak.”

Benar juga, Kyuhyun mengakui. Jadi ia hanya mengangkat bahunya sekali dan sibuk kembali dengan sarapannya. Tidak lama, ia sudah menyantap habis rotinya dan siap berangkat. Lewat ekor matanya, Kyuhyun menatap Sooyoung yang tengah melipat-lipat plastik sampahnya dengan tidak begitu rapi, sebelum melemparkannya ke tong sampah dua meter dari meja makan mungil itu.

“Ayo berangkat. Naik mobilku, kurasa.” Kata Kyuhyun yakin. Beberapa hari ini ia tidak pergi ke manapun dengan mobilnya, dan sekarang ia agak semangat untuk menyetir—karena asistennya itu tidak membiarkan dirinya menyetir Camaro-nya.

“Well, yah,” Sooyoung menyahut. “Kita bisa saja naik bus dan bang! kau mungkin akan merasakan betapa menyebalkannya bus itu.”

–

Soojin punya janji. Ia punya kencan nanti siang dan oleh sebab itu ia harus berangkat kerja dengan pakaian yang jauh lebih manis dan non-formal ketimbang pakaian hariannya. Soojin biasa mengenakan pencil skirt standar yang membosankan dengan kemeja normal lainnya yang sama membosankannya, dan ia agak canggung ketika menyelipkan tubuhnya yang ramping ke setelan rok selutut berenda yang manis. Semoga saja pasangan kencannya tidak menyadari betapa canggung dirinya, atau betapa rikuh dirinya dalam setelan ‘manis’-nya.

Sebelum berangkat, ia sengaja mengoleskan beberapa make-up tambahan dan menyelipkan tas peralatan meriasnya ke dalam briefcase-nya; mungkin Soojin membutuhkannya nanti.

Well, ia sudah siap sekarang.

Kencannya nanti siang harus berhasil. Karena jika tidak, Soojin yakin kesempatan-kesempatan menuju jalan yang lebih cerah dan intim akan hilang perlahan-lahan. Dan itu sama dengan membuka jalan untuk adiknya masuk dan memasang taring. Ia harus berhasil. Perlahan, namun pasti, segores senyum muncul di bibirnya.

end of chapter five.

alOHAA!

Late update, ya? Hehehe aku cuma ngepasin seminggu aja sih. 😀 Oke jadi part ini masih lambat dst., dll, tapi emang sengaja aku bikin gitu sih, biar nunjukin jahatnya Sooyoung dulu, lol. Aku mau cerita dikit boleh yaaa, jadi kemarin dua hari ini aku sakit—cuman pusing-pusing gaje sih sebenarnya lol—dan males banget buat pegang laptop, apalagi ngetik ff. Duh, itu kayak pegang HP aja pusiiing banget (walaupun masih aku lakuin sih hahaha). Nah jadi karena aku tipe yang nulis terus = nulis lancar, makanya abis sembuh dan baru ngelanjut fanfic lagi, semuanya kayak susah banget. Bahasaku juga udah beda banget, aku sampe harus buka sinonimkata berkali-kali buat nambah kosakata—ya intinya semacam itu, sumpah itu bikin stres banget HUHUHU TT. (Omong-omong jangan salahin aku ya buat pornstar-nya, itu murni karena aku stres.)

Anyway¸ makasih banyak buat komentarnya di chapter kemarin! 😀 You’re all soooo nice and kind! I read all the comments and it helped me to continue this part, actually. Jadi kan banyak yang minta update seminggu dua kali, tapi komentar SHFLY1306 bener banget, sih. Soooo… this chapter is dedicated to SHFLY1306 for her recommendation! 😀 Dan aku juga udah mikir-mikir buat ngelanjut seminggu sekali aja, biar nggak terlalu berat—juga karena aku nggak pengen ini fanfik cepet-cepet end HUHU author macam apa aku—dan biar fanfikku nggak nyampah di KSI, lol.

Karena next chapternya masih agak lama, jadi ini aku kasih potongannya:

HEHE, penasaran, gak? 😀 Makanya tetep tungguin, ya! 😀

Thanks for reading! Now you better type your comment about this story on the comment box or else I’ll kick your ass! (lmao no i’m kidding who am i to say).See ya next week! 😀